Pengertian Sikap Toleransi Berdasarkan Alquran dan Hadist
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang di perolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-ngolok…Dan janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”.(QS. AI-Hujarat :11)
ASSAJIDIN.COM — Toleransi adalah keimanan yang paling utama. Toleransi adalah amalan yang paling ringan dan paling utama. Termasuk toleransi dalam Islam adalah bahwa Islam merupakan agama Allah untuk seluruh umat manusia. Toleransi Islam menolak sikap fanatisme dan perbedaan ras. Islam telah menyucikan diri dari ikatan dan belenggu jahiliyyah, maka Islam pun menghapus pengaruh fanatisme yang merupakan sumber hukum yang dibangun atas dasar hawa nafsu.
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah:256).
Tidak dibenarkan adanya paksaan. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan serta dengan nasihat-nasihat yang wajar dan tidak berlebih-lebihan sehingga mereka masuk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan mereka sendiri. Ayat ini menjadi dasar bahwa Islam tidak disebarkan dengan pedang. Islam tidak dapat didakwahkan dengan bom. Islam adalah agama kesadaran. Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, saling mengasihi terhadap seluruh isi alam.
Ayat yang kedua yang mewajibkan toleransi adalah:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang di perolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-ngolok. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mengolok-ngolokkan perempuan lain, boleh jadi perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik dari pada perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (QS. AI-Hujarat :11)
Ini adalah ayat yang luar biasa. Inilah filter hati dan pikiran kita sebelum berbuat apapun. Tidak ada prasangka buruk. Bersih hati, itulah awal segala sikap, awal segala perbuatan. Apapun yang kita lihat, yang kita dengar, dilarang kita berprasangka buruk, dasar ajaran Al-Quran adalah praduga tak bersalah. Dan ditekankan lagi bahwa yang kita sangka buruk bisa jadi adalah lebih baik dari kita. Karena yang kita anggap buruk dan kita anggap salah hanyalah prasangka kita saja. Dan prasangka sedikitpun tidak akan pernah mencapai kepada kebenaran. Hanya Allah-lah yang benar. Allah-lah yang menilai kebenaran dan kesalahan seseorang.
Ayat yang ketiga tentang toleransi adalah bahwa perbedaan pandangan adalah ciptaan Allah. Dan kita tidak ada hak untuk menyatukan satu pandangan saja.
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya.” (QS. Yunus (10) : 99).
Setelah kita membaca beberapa ayat tentang toleransi tersebut, lalu sikap apa yang harus kita ambil dalam menghadapi segala perbedaan yang sudah menjadi kodrat alam ini?
Yang pertama, yang harus kita tahu bahwa segala perbedaan yang ada, baik perbedaan agama, ras, suku, bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin sengaja diciptakan oleh Allah dengan maksud agar kita saling mengenal, saling memahami dan saling mengerti. Dan perbedaan itu semua bukanlah tolok ukur suatu kemuliaan, demikian diterangkan didalam Al-Quran surat Al-Hujurat:13
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lak-ilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Yang dinilai oleh Allah adalah ketakwaannya, bukan selainnya. Bahkan mengetahui bahwa Tuhan alam semesta ini adalah Allah bukanlah suatu jaminan akan kebaikan dan kemuliaan, karena yang dikehendaki oleh Allah adalah ketakwaan.
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (Qs. Yunus:31)
Kita semua sudah tahu bahwa Allah-lah Tuhan sejati, Allah-lah pemberi rizki, bahkan kita sudah bersyahadat bahwa tidak ada Tuham selain Allah. Tapi bukan itu semata yang dikehendaki Allah. Allah menghendaki ketakwaan kita. Maka, marilah kita benar-benar bertakwa dengan sebenar-benar takwa yang poin-poinnya selaian beriman kepada Allah juga melakukan perbuatan-perbuatan baik, yaitu sedekah baik ketika lapang maupun sempit, menahan amarah, memaafkan kesalahan orang, menepati janji dan sebagainya.
Sikap yang kedua yang kita ambil terhadap perbedaan adalah adil, sebagaimana sikap Nabi Muhammad s.a.w terhadap kaum lain.
“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah : “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita) “. (Q.s. Asy-Syura:15)
Terhadap agama lain, terhadap kelompok lain, madzhab lain, aliran lain kita diwajibkan berlaku adil. Tidak ada batasan dalam toleransi berbuat baik dan hormat menghormati. Urusan keyakinan benar dan salahnya nanti Allah yang akan mengadili, bukan hak dan wewenang kita.
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. Al-Mumtahanah:8)
Kita hanya dilarang berbuat kepada orang yang memerangi kita dan mengusir kita dari kampung halaman kita. Artinya walaupun dia seorang muslim akan tetapi jika dia memerangi kita, merampok rumah kita, membuat keonaran di wilayah kita, itu harus kita perangi. Sebaliknya, walapun berbeda agama, berbeda aliran, selama tidak memerangi kita maka tidak ada hak kita untuk tidak adil terhadap mereka. Itulah Toleransi yang sebenarnya di dalam Al-Quran
Sikap kita yang ketiga terhadap perbedaan adalah hanya : “Marilah berlomba-lomba dalam berbuat baik”.
ٌ“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Al-Baqarah:148)
Mari kita tunjukkan kita adalah muslim yang baik, muslim yang mengenal ajaran Islam yang suci. Mari berlomba-lomba berbuat baik. Itulah modal persembahan kita kepada Allah saat menghadap nanti. Bukan teriakan Allohu Akbar kita yang kita persembahkan kepada Allah, tapi perbuatan baik kita selama masih hidup ini. Mari lihat sekeliling kita, santuni anak yatim, kasih makan fakir miskin, sehingga kita tidak termasuk sebagai pendusta-pendusta agama.(*)