Berkawanlah Kalian Dan Saling Mencintai

Oleh : Bangun Lubis [ Wartawan Assajidin.com ]
Berteman adalah berkawan yang dapat memberikan pengaruh, tauladan dan dan akhlak yang baik kepada kita. Kalau dalam bahasa Indonesia disebut juga teman adalah bersama-sama bekerja (berbuat, berjalan), menjadi pelengkap atau pasangan.
Ali bin Abi Tholib yang pernah ditanya: “Berapa banyak teman dekat tuan?” Ali menjawab: “Saya tidak mengetahuinya sekarang karena saat ini dunia sedang berada di pihak saya. Semua orang (ingin menjadi) teman dekat saya. Saya baru tahu itu besok nanti pada saat dunia meninggalkan saya. Sebab sebaik-baiknya teman adalah orang yang mendekat kepada saya pada saat dunia meninggalkan saya (tidak kaya dan tidak berkuasa)”.
Disebutkan, bahwa manusia adalah makhluk sosial. Tidak bisa hidup sendiri. Kita butuh teman untuk menjalani dan memenuhi ragam kebutuhan hidup. Bahkan, teman adalah personifikasi diri.
Menurut para ahli sosiologi, manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hal hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran, juga nasib. Seorang Muslim tidak dapat semaunya memilih teman, meskipun setiap Muslim diharuskan berteman dengan semua orang karena Islam membenci permusuhan.
Sebagai pedoman hidup, syariat Islam memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan ini. Salah satu alasannya, teman memiliki pengaruh yang besar sekali.
Rasulullah Saw bersabda: “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Kita bisa menilai seseorang dengan melihat dengan siapa saja orang itu berteman. Pasalnya, seseorang akan berbicara dan berperilaku seperti kebiasaan temannya.
Rasulullah Saw, dengan hadits tersebut, mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali kualitas beragama dan akhlak kawan kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh kita temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama, pelaku dosa-dosa besar dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman dengan orang-orang kafir dan munafik, kita harus menjauhinya.
Dalam Islam hendaklah kita mengetahui bagaimana kita harus berteman. Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, Rasullulah Saw bersabda: ”Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan orang mukmin yang bertaqwa”. Dalam hadits lain ditegaskan, “Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR. Ahmad).
Kriteria utama dan pertama orang yang harus dijadikan teman adalah orang beriman dan orang-orang saleh. Selain karena sesama mukmin memang bersaudara, juga karena orang beriman dengan benar melahirkan dalam dirinya perilaku yang baik (akhlaqul karimah) dan kita akan termotivasi melakukan hal yang sama.
Beberapa ulama generasi salaf menyarankan kepada kita untuk : ”Bersahabatlah dengan orang-orang yang keadaannya bisa menunjukkan kamu ke jalan Allah”. “Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya.” (HR. Tirmidzi).
Orang kafir yang tidak memusuhi Islam atau mau hidup berdampingan secara damai dengan umat Islam (kafir dzimmy) layak juga menjadi teman. Sedangkan kafir yang memusuhi Islam harus diperangi (kafir harby).
Pertemanan yang baik adalah pertemanan yang dijalin di jalan Allah dan karena Allah. Bukan pertemanan yang semata-mata dijalin untuk mendapatkan manfaat dunia, materi, jabatan, atau sejenisnya.
Pertemanan yang dijalin untuk saling mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut telah sirna, maka pertemanan pun putus. Teman yang dijalin karena Allah adalah pertemanan yang dijalin untuk mendapatkan ridha Allah: teman berdakwah dan berjihad, saling mengingatkan soal kebenaran dan kesabaran, teman beramal saleh, saling bantu demi ketaatan pada Allah, dan kebaikan lainnya. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah.
“Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali perlindungan-Ku.” (HR. Muslim).
Pertemanan yang dijalin karena Allah SWT akan melahirkan rasa saling mengasihi dan membantu, bahkan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri Akhirat. “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)
Antar teman harus saling mencintai karena Allah SWT, bukan karena pamrih duniawi-material, apalagi “modus” pemanfaatan. Dari Mu’adz bin Jabal berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (HR. Ahmad).
”Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan orang mukmin yang bertaqwa, Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (saleh) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu.
Sedangkan peniup api tukang besi, mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap” (HR. Bukhari dan Muslim).Jangan sampai kita memilih teman dan lingkungan yang tidak baik, karena lambat laun dikhawatirkan kita akan tertular atau paling tidak ikut terkena getahnya. Ada pepatah Arab yang mengatakan, “Akhlak yang buruk itu akan (cepat) menular. Maka bertemanlah dengan mereka yang akhlaknya baik.(*)