Memahami dan Mengambil Pelajaran dari Adanya Bencana
ASSAJIDIN.COM — Bencana merupakan mekanisme Allah dalam menurunkan ujian dan cobaan. Keluarga korban bencana yang masih hidup diuji luar biasa keimanannya dengan kehilangan, ketakutan dan kekurangan agar supaya mereka sabar dan tawakkal kepada Allah.
Firman Allah dalam surat Al-Ankabuut (1-3), bismillahirrohmanirrohim. Alif Laam miim. “Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Mengapa Tuhan seringkali menganugerahkan bencana dan bagaimana kita mengantisipasi bencana?
Bencana alam dapat disebabkan oleh ulah tangan manusia itu sendiri atau keteledoran kita dalam mengelola alam. Bencana seperti banjir, tanah longsor, Lapindo, itu diakibatkan oleh tangan manusia sendiri.
Seperti tertulis dalam Alquran surat Arrum ayat 41 (30:41) yang artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Bencana juga merupakan mekanisme sunnatullah dimana dalam sekali kejadian tersebut minimal lima hal dapat dilaksanakan. Seperti halnya gelas yang dapat diisi air putih, sirup, teh atau kopi, satu bencana yang sama dapat kita lihat sebagai azab, sebagai ujian dan cobaan, sebagai rahmat dan sebagai peringatan dan sebagai sebab kematian manusia.
Memaknai Bencana Pertama, bencana merupakan mekanisme Allah dalam menurunkan azab. Ketika maling mencuri sandal di masjid dan dipukuli orang sekampung, maka pemukulan itu merupakan azab Allah atas perbuatan yang kita lakukan. Ketika warga Jakarta dilanda banjir akibat kebodohan menangani transportasi, drainase dan perencanaan tata kota, itu merupakan azab atas kebodohannya sendiri.
Bencana bagi orang kafir adalah juga bencana tipe azab yang diakibatkan oleh perbuatan mereka sendiri. Allah berfirman dalam QS Ar-Ra’d ayat 31 (13:31) “Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al Quran itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.”
Kedua, bencana merupakan mekanisme Allah dalam menurunkan ujian dan cobaan. Keluarga korban bencana yang masih hidup diuji luar biasa keimanannya dengan kehilangan, ketakutan dan kekurangan agar supaya mereka sabar dan tawakkal kepada Allah.
Firman Allah dalam surat Al-Ankabuut (1-3), bismillahirrohmanirrohim. Alif Laam miim. “Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Ketiga, Bencana merupakan mekanisme Allah dalam menurunkan rahmat, seperti dalam Ali Imran (3:190-191) yang artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Ada seorang teman yang mendapatkan banyak rezeki karena beliau menjadi kontraktor proyek pengerukan di Lapindo. Ketika Tsunami terjadi di Aceh, ada teman saya yang tiba-tiba mendirikan usaha pesawat charter dan berkembang hingga sekarang.
Keempat, bencana merupakan mekanisme Allah dalam menurunkan peringatan. Bencana Gunung Merapi yang diawali tanggal 26-27 Oktober 2010, terekam jelas di Surat Yunus (10:26-27): “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan.
Tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dari (azab) Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gelita. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. Bagi kita yang masih diberi kesempatan, semua bencana itu adalah peringatan yang jelas dan nyata.
Kelima, bencana merupakan mekanisme Allah untuk kematian manusia. Dimana saja kita berada, kematian akan mendapati kita, karena kematian tidak disebabkan oleh penyakit atau usia, tetapi disebabkan oleh kehidupan yang telah diberikan Allah. Kematian juga bisa disebabkan oleh bencana alam yang mendadak.
Bagi manusia yang bertakwa, bencana bukan masalah, karena segala sesuatunya sudah dipersiapkan. Firman Allah dalam Surat Al-Hasyr (59-18): “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tetapi bagi manusia yang tidak mempersiapkannya, akan selalu didera kekhawatiran akan kematian, apalagi bencana alam yang mendadak.
QS Al-Munaafiqun (63:10): “Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu. Lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?
Jadi minum itu harus menggunakan gelas, namun rasa air putih, sirup, teh atau kopi adalah pilihan. Bencana itu bisa datang kapan saja, namun mekanisme Allah yang mana yang sedang bekerja kepada diri kita, itu pilihan kita sendiri.(*/ Tulisan artikel: Sukardi, SThI, fasilitator Paham Qurani Kerja Nyata Sosial Palembang)