Syariah yang Menerangi, Solusi Pengelolaan Listrik untuk Umat
Oleh Endang Rahayu, Apt
ASSAJIDIN.COM — Ahad kemarin, ibu kota dan sebagian besar wilayah Jawa mengalami pemadaman listrik massal selama lebih dari 17 jam. Hingga kini masih ada beberapa daerah diluar Jawa yang masih terdapat pemadaman. Sebelumnya krisisi listrik juga pernah terjadi ditahan 2002 dan 2008 dikarenakan keterbatasan pasukan listrik.
Tentu pemadaman ini memberikan dampak luar biasa besar terutama di bidang Industri. Kerugian ekonomi dari listrik yang mati ini mencapai 90 miliar rupiah.
Belum lagi UMKM-UMKM yang juga banyak mengalami kerugian karena tidak bisa beroperasi akibat mati listrik.
Selain kerugian material, mati listrik juga menyebabkan satu pekerja meninggal dunia akibat tertimpa pagar di kawasan Industri kota Cilegon.Pagar tersebut tidak berfungsi Dikarenakan mati listrik.
Ada banyak wacana yang beredar terkait Penyebab mati listrik ini, mulai dari masalah teknis, human error, hingga isu sabotase pihak tertentu pada sistem kelistrikan yang dimiliki PLN. Ada pula pengamat yang menghubungkan dengan acara famili gathering yang diadakan presiden bersama para menteri.
Dirut pelaksana PLN turut menjelaskan dihadapan presiden Jokowi terkait alasan padamnya listrik. Presidenpun disebutkan marah setelah mendengar penjelasan tersebut dan menuntut PLN bekerja dengan cepat memulihkan jaringan listrik.
Banyak pihak yang mengkritisi kinerja PLN terutama melihat perjalanan BUMN dengan aset yang cukup besar ini yang Dirut utamanya tersambung kasus korupsi dan sejarah kerugian besar di tahun 2018.
PLN dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat, sementara hingga sekarang PLN yang memonopoli pasar listrik di Indonesia. Tidak heran jika solusi yang dimunculkan banyak pejabat adalah dengan memasukkan pesaing swasta dalam pasar kelistrikan.
Solusi memasukkan pesaing swasta bukanlah hal yang mengherankan di negara dengan sistem kapitalis seperti negeri ini. Permasalahan yang timbul dalam pengurusan kebutuhan umum dianggap muncul dari ikut campurnya negara yang berlebihan, dalam artian monopoli negara terhadap urusan rakyat justru dianggap berbahaya dan menghambat kemajuan.
Kapitalisme akan terus mendorong negara untuk berlepas tangan sepenuhnya dari urusan meriayah umat, dan menyerahkannya kepada swasta.
Tentu hal ini bertentangan dengan ide Islam.
Didalam Islam PLN merupakan salah satu dari 3 bentuk yang merupakan kepemilikan umum, sesuai hadist nabi “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput (kebun/hutan), air, dan api (energi).” [HR Ahmad].
Listrik merupakan bentuk dari api (energi) termasuk dari sisi penyediaan tiang listrik, gaduh, mesin pembangkit dan sebagainya. Oleh karena itu pengelolaan listrik wajib dimotori oleh negara mulai dari penyediaan sumber energi untuk menggerakkan gardu dan menghasilkan listrik sampai distribusi listrik ke rumah setiap warga negara.
Haram hukumnya ketika negara menyerahkan pengurusan listrik yang telah menjadi kebutuhan dasar masyarakat ini kepada swasta. Haram pula mengkomersilkan listrik agar menjadi bisnis. Negara wajib menyediakan listrik secara cukup dan berkeadilan baik untuk yang kaya maupun yang miskin, baik muslim maupun non muslim.
Dengan sudut pandang riayah umat inilah, negara wajib menyediakan listrik hingga mampu dinikmati oleh masyarakat dengan biaya yang murah atau bahkan gratis sebab goalnya bukan semata pembangunan sarana dan prasarana fisik tapi sampainya layanan tersebut pada seluruh masyarakat. (*)