Tatacara, Niat dan Bacaan Sholat Istisqo (Meminta Hujan)

ASSAJIDIN.COM — Diperkirakan kemarau tahun ini akan berlangsung cukup lama hingga September 2019. Di beberapa daerah mulai mengalami kekeringan bahkan terjadi kebakaran hutan.
Ada cara yang bisa ditempuh seperti dicontohkan di zaman nabi yakni sholat Istisqo atau sholat meminta hujan.
Namun bisa jadi ada sebagian masyarakat yang masih bingung mengenai tata cara shalat istisqa atau masih terasa asing dengan sunah ini, mudah-mudahan pembahasan berikut dapat mendekatkan kembali sunah yang asing ini di tengah masyarakat kita.
Pengertian Istisqa
Istisqa secara bahasa artinya meminta air minum dari orang lain untuk diri sendiri atau untuk orang lain.
Secara syariat, ulama mendefinisikan:
“Meminta hujan kepada Allah, ketika terjadi kekeringan, dengan aturan dan tata cara tertentu.” (Fathul Bari, 2:492)
Waktu Pelaksanaan Shalat Istisqa
Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyasarah dinyatakan:
“Shalat istisqa dilakukan di waktu kapanpun, selain waktu terlarang (untuk shalat).” (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyasarah, 2:177)
Tempat Pelaksanaan Shalat Istisqa
Shalat istisqa dilakukan di tanah lapang, sebagaimana shalat id, kecuali di Mekah, dilakukan di masjidil haram.
Abdullah bin Zaid radhiallahu ‘anhu mengatakan:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju tanah lapang kemudian shalat istisqa, beliau menghadap kiblat dan membalik kain pakaian atasan beliau. (HR. Bukhari 1012 dan Muslim 894).
Menuju Lapangan dengan Penuh Khusyu dan Ketundukan
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju shalat istisqa dengan tunduk, tawadhu, khusyu, dan penuh perendahan diri (kepada Allah ed.).” (HR. Abu Daud 1032, Turmudzi 459, Nasai 1416, dan dishahikan al-Albani).
Tanpa Adzan dan Tanpa Iqamah
Dari Abu Ishaq, beliau menceritakan:
Abdullah bin Zaid al-Anshari, bersama al-Barra bin Azib, dan Zaid bin Arqam radhiallahu ‘anhum berangkat untuk melaksanakan istisqa. Abdullah bin Zaid berdiri di depan makmum tanpa mimbar. Beliau memohon ampun, kemudian shalat 2 rakaat, dan mengeraskan bacannnya. Tidak ada adzan dan iqamah.” (Bukhari 1022).
Kapan Pelaksanaan Khutbah?
Khutbah bisa dilakukan sebelum shalat atau sesudah shalat, memperhatikan keseriusan dan kondisi makmum.
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau menceritakan:
Para sahabat mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena kekeringan. Beliau meminta agar mimbar diletakkan di tanah lapang. Beliau menjanjikan para sahabat agar keluar menuju tanah lapang pada hari tertentu. kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat menuju lapangan ketika matahari sudah terbit agak tinggi. Beliau duduk di atas mimbar, mengagungkan Allah dan memuji Allah Ta’ala. kemudian beliau berkhutbah:
“Sesungguhnya kalian mengaduhkan kekeringan di tempat kalian dan hujan yang telat turun dari biasanya. Allah telah memerintahkan kalian untuk berdoa kepada-Nya dan menjanjikan untuk mengabulkan doa kalian.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai doanya:
“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih Penyayang, Raja di hari pembalasan. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Dia melakukan apa yang Dia kehendaki. Ya Allah, Engkau adalah Allah yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Yang Maha Kaya, dan kami makhluk miskin. Turunkanlah hujan kepada kami, jadikan hujan yang Engkau turunkan sebagai kekuatan dan bekal yang bisa mengantarkan kami sampai waktu tertentu.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tanganya, beliau terus mengkat tangannya (agak tinggi) sampai kelihatan putihnya ketiak beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau membelakangi makmum dan beliau membalik kain atasan beliau, sementara beliau masih mengangkat tangan. Lalu beliau menghadap ke makmum dan turun dari mimbar, kemudian shalat dua rakaat.
Tiba-tiba Allah mengirim awan-Nya, dipunuhi dengan guntur dan kilat, kemudian turun hujan dengan izin Allah. Ketika pulang, sebelum beliau sampai di Masjid Nabawi, air hujan telah mengalir deras. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat para sahabat berlarian menuju rumah mereka, beliau tertawa sampai terlihat gigi geraham beliau. Kemudian beliau bersabda:
“Saya bersaksi bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan bahwa saya adalah hamba dan utusan-Nya.” (HR. Abu Daud, at-Thahawi, al-Baihaqi dan dihasankan al-Albani dalam al-Irwa, 668).
Dari Abbad bin Tamim bahwa pamannya, Abdullah bin Zaid mengatakan:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju lapangan untuk shalat istisqa, beliau mennghadap kiblat, shalat dua rakaat, dan membalik kain atasan pakaian beliau, dibalik bagian kanan diletakkan di sebelah kiri. (HR. Bukhari).
Ibnu Batthal mengatakan
Membalik selendang setelah shalat sesuai pendapat Imam Malik, bahwa shalat dilakukan sebelum khutbah. Ini merupakan teks tegas dari hadis. (Syarh Shahih Bukhari Ibn Bathal, 3:19).
Tata Cara Shalat Istisqa
Tata cara shalat istisqa sama persis dengan shalat Id. Dilaksanakan dua rakaat. Pada rakaat pertama bertakbir 7 kali dan rakaat kedua bertakbir 5 kali. Takbiratul ihram kemudian diikuti takbir tambahan 7 kali. kemudian membaca doa iftitah, al-fatihah, dan surat. Tidak ada surat tertentu yang dianjurkan untuk dibaca, sehingga bisa membaca surat apapun. Rukuk, i’tidal, sujud, dst sampai berdiri di rakaat kedua. Diikuti dengan takbir tambahan 5 kali. membaca al-fatihah, surat, kemduian dilanjutkan sampai salam. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 3:312). (*/Sumber: konsultasi Syariah.com)