Keutamaan Sholat Ied, Sunnah dan Tata Cara Pelaksanaanya

ASSAJIDIN.COM — Ketika Hari Raya Idul Fitri tiba, seluruh umat Islam yang tidak ada uzur dianjurkan untuk keluar rumah unruk melaksanakan shalat ied.
Hukum salat id sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Sejak disyariatkan pada tahun kedua hijriah, Rasulullah tidak meninggalkannya hingga beliau wafat, kemudian ritual serupa dilanjutkan para sahabat beliau.
Waktu pelaksanaan salat Idul Fitri Kapan pelaksaan waktu salat Idul Fitri? dimulai sejak matahari terbit hingga masuk waktu zuhur. Berbeda dari salat Idul Adha yang dianjurkan mengawalkan waktu demi memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat yang hendak berkurban selepas rangkaian salat Id. Salat Idul Fitri disunnahkan memperlambatnya. Hal demikian untuk memberi kesempatan mereka yang belum berzakat fitrah.
Salat id dilaksanakan dua rakaat secara berjamaah dan terdapat khutbah setelahnya. Namun, bila terlambat datang atau mengalami halangan lain, boleh dilakukan secara sendiri-sendiri (munfarid) di rumah ketimbang tidak sama sekali. Seperti dikutip Wartakotalive.com dari Rumaysho.com, Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha. Ibnu ‘Umar yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.” Tujuan mengapa shalat ‘Idul Adha dikerjakan lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih qurbannya. Sedangkan shalat ‘Idul Fitri agak diundur bertujuan agar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fitri.
Tempat Pelaksanaan Salat Id Tempat pelaksanaan salat Id lebih utama (lebih afdhol) dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri mengatakan, “Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.” An Nawawi mengatakan, “Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘ied sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhol (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri.
Adapun penduduk Makkah, maka sejak masa silam shalat ‘ied mereka selalu dilakukan di Masjidil Haram.” Sunah yang dilakukan sebelum Salat Id
1. Mandi Dianjurkan untuk mandi sebelum berangkat salat. Ibnul Qayyim mengatakan, “Terdapat riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi pada hari Idul Fitri sebelum berangkat shalat.”
2. Berdandan Berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik. Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar ketika shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha dengan pakaiannya yang terbaik.”[12]
3. Makan sebelum keluar menuju salat Idul Fitri. Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.”[13] Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fitri adalah agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa.
Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ‘ied.[14]
4. Bertakbir Ketika keluar hendak salat Id. Dalam suatu riwayat disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.” Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berangkat shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Al Fadhl bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin’Abbas, ‘Ali, Ja’far, Al Hasan, Al Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Ayman bin Ummi Ayman, mereka mengangkat suara membaca tahlil (laa ilaha illallah) dan takbir (Allahu Akbar).”
Tata Cara Salat Id dan Niat Penjelasan ini bisa dijumpai antara lain di kitab Fashalatan karya Syekh KHR Asnawi, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama asal Kudus; atau al-Fiqh al-Manhajī ‘ala Madzhabil Imām asy-Syāfi‘ī (juz I) karya Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan ‘Ali asy-Asyarbaji.
1. Niat Salat Id (Ied) Shalat id didahului niat yang jika dilafalkan akan berbunyi “ushallī rak‘ataini sunnata li ‘īdil fithri” kalau dilaksanakan sendirian. Ditambah “imāman” kalau menjadi imam, dan “makmūman” kalau menjadi makmum. Artinya: “Aku berniat shalat sunnah Idul Adha dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.” Hukum pelafalan niat ini sunnah. Yang wajib adalah ada maksud secara sadar dan sengaja dalam batin bahwa seseorang akan menunaikan shalat sunnah Idul Fitri. Sebelumnya shalat dimulai tanpa adzan dan iqamah (karena tidak disunnahkan), melainkan cukup dengan menyeru “ash-shalātu jāmi‘ah”.
2. Takbiratul ihram Kedua, takbiratul ihram sebagaimana shalat biasa. Setelah membaca doa iftitah, disunnahkan takbir lagi hingga tujuh kali untuk rakaat pertama. Di antara takbir-takbir itu dianjurkan membaca: Artinya: “Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang.” Atau boleh juga membaca: Artinya: “Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, Allah maha besar.”
3. Membaca Surat Al-Fatihah Ketiga, membaca Surat al-Fatihah. Setelah melaksanakan rukun ini, dianjurkan membaca Surat al-Ghāsyiyah. Berlanjut ke ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti shalat biasa.
4. Rakaat Kedua Takbir Sebanyak 5 Kali Keempat, dalam posisi berdiri kembali pada rakaat kedua, takbir lagi sebanyak lima kali seraya mengangkat tangan dan melafalkan “allāhu akbar” seperti sebelumnya. Di antara takbir-takbir itu, lafalkan kembali bacaan sebagaimana dijelaskan pada poin kedua. Berlanjut ke ruku’, sujud, dan seterusnya hingga salam. Sekali lagi, hukum takbir tambahan ini sunnah sehingga apabila terjadi kelupaan mengerjakannya, disampai menggugurkan keabsahan shalat id.
5. Mendegarkan Khutbah Kelima, setelah salam, jamaah tak disarankan buru-buru pulang, melainkan mendengarkan khutbah Idul Fitri terlebih dahulu hingga rampung. Kecuali bila shalat id ditunaikan tidak secara berjamaah.Hadits Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah mengungkapkan: “Sunnah seorang Imam berkhutbah dua kali pada shalat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dan memisahkan kedua khutbah dengan duduk.” (HR Asy-Syafi’i) Pada khutbah pertama khatib disunnahkan memulainya dengan takbir hingga sembilan kali, sedangkan pada khutbah kedua membukanya dengan takbir tujuh kali. Wallāhu a’lam. (*/sumber: serambiindonesia))