Kredit Barang Ada Lho tidak Riba, ini Syaratnya
AsSAJIDIN.COM — Riba sangat merusak moral dan akidah. Karenanya sedapat mungkin diupayakan untuk menghindarinya.
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menyatakan bagaimana agar kredit tidak jadi riba, ada syarat yang mesti dipenuhi yaitu:
1) Bank harus memiliki kendaraan supaya tidak kena larangan menjual
barang yang tidak dimiliki;
2) Tidak ada tambahan dari kredit, misal setiap tahun ada tambahan 5%
terpisah dari harga kendaraan karena konsekuensi dari kredit;
3) Tidak ada denda jika terjadi keterlambatan pembayaran.
Dalam buku kami, Taubat dari Utang Riba dan Solusinya, ada bahasan yang kami cantumkan mengenai syarat jual beli kredit:
Akadnya tidak dimaksudkan untuk melegalkan riba, seperti dalam jual- beli ‘inah. Barang terlebih dahulu dimiliki penjual sebelum akad jual-beli kredit dilangsungkan. Pihak jasa kredit tidak boleh lebih dahulu melangsungkan akad jual-beli kredit motor dengan konsumennya, kemudian baru setelah ia melakukan akad jual-beli dengan dealer(memesan motor dan membayarnya), lalu menyerahkannya kepada pembeli.
Pihak penjual kredit tidak boleh menjual barang yang “telah dibeli tetapi belum diterima dan belum berada di tangannya” kepada konsumen.
Barang yang dijual bukan merupakan emas, perak, atau mata uang. Tidak boleh menjual emas dengan kredit karena termasuk dalam riba jual beli (riba buyu’).
Barang yang dijual secara kredit harus diterima pembeli secara langsung saat akad terjadi. Transaksi jual-beli kredit tidak boleh dilakukan hari ini dan barang diterima pada keesokan harinya, karena nanti termasuk jual beli utang dengan utang yang diharamkan.
Pada saat transaksi dibuat, beberapa hal harus ditetapkan dengan jelas: (1) satu harga yang akan digunakan, (2) besarnya angsuran, (3) serta jangka waktu pembayaran.
Akad jual beli kredit harus tegas. Akad tidak boleh dibuat dengan cara beli sewa (leasing). Tidak boleh ada persyaratan kewajiban membayar denda atau harga barang menjadi bertambah, jika pembeli terlambat membayar angsuran karena ini adalah bentuk riba yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah pada masa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Harta Haram Muamalat Kontemporer, hlm. 385-386; Masail Mu’ashirah mimma Ta’ummu bihi Al- Balwa, hlm. 83-84.). (*/Sumber:rumaysho.com)