Uncategorized

Model Penguatan Halal Value Chain Ultra Mikro (UMi) melalui Sinergitas Pentahelix untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia

 Penulis: Peny Cahaya Azwari

Peneliti dan Pemerhati Keuangan Syariah serta Dosen di FEBI UIN Raden Fatah Palembang

Perkembangan industri dan keuangan syariah melalui prestasi diantaranya Peringkat 1 Islamic Finance Country Index 2019 dan GIFR Award dan total market share 8,69% dari total aset keuangan (OJK.go.id) menunjukkan keberhasilan sinergi stakeholder di Indonesia juga besarnya potensi penduduk muslim di dunia dengan keunggulan: puncak bonus demografi tahun 2025-2035, muslim Indonesia tahun 2030 diperkirakan tumbuh 27% dan akan mencapai 240 juta jiwa, peningkatan jumlah  masyarakat kelas menengah menjadi 56,7% tahun 2035 (BKKBN: PEW Research Center, 2010). Besarnya potensi industri halal menjadi daya tarik penguatan ekonomi nasional di banyak Negara.  State of the Global Islamic Economy Report 2018/2019 menyebutkan perekonomian prinsip islami dapat tumbuh stabil di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.

Keunggulan ini belum sebanding dengan tingkat pengentasan kemiskinan di Indonesia. Data BPS Maret 2019 menunjukkan masih tingginya tingkat kemiskinan 9.41%&  Rasio GINI  0,38. Rendahnya tingkat inklusi literasi keuangan masyarakat 40% tidak memiliki akses langsung sektor keuangan menunjukkan gap indeks literasi keuangan konvensional 29.66% dibandingkan keuangan syariah 8.11 %( OJK).  Hanya ada 9 Fintech syariah dibandingkan 127, 88 entitas lokal dan 39 asing konvensional fintech.  Dengan lebih dari 73% populasi dunia yang unbankable dari 22.2% Negara muslim, Fintech berpotensi meningkatkan inklusi keuangan yang unbankable.

Pertumbuhan perbankan syariah cukup baik:14  BUS, 20 UUS, dan 165  BPRS dengan aset BUS dan UUS 320, 7 triliun dan 160,4 triliun, Namun,  pengentasan kemiskinan masih tinggi karena belum terintegrasinya sinergitas stakeholder dalam mendukung kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Pengentasan kemiskinan dapat dimulai dari bottom up melalui Ultra Mikro. Kunt, Beck dan Honohan (2007) menyatakan sektor keuangan tidak hanya pro-growth tetapi juga pro-poor. Artinya tidak hanya fokus pada pertumbuhan keuangan juga kelompok mustad’afiin. Kelompok ini memiliki akses terbatas di sektor keuangan, lokasi dan informasi. Hasil wawancara dengan UMi, mereka melakukan pinjaman dengan rentenir karena terpaksa, proses mudah dan cepat, namun dengan bunga tinggi. Mereka kembali dijerat dengan diberikan pinjaman ulang setelah proses berjalan sebelum pelunasan, sehingga semakin memperbesar bunga dan resiko tidak bisa bayar. Juga menyatakan agak takut di bank karena syaratnya banyak dan harus ada jaminan. Sokoto&Abdullahi (2013) merekomendasikan keterlibatan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan melalui penekanan strategi fokus kekuatan kelompok lemah.

Lihat Juga :  Perlu Libatkan Pondok Pesantren untuk Majukan Ekonomi Syariah

Kementerian Koperasi dan UMKM (2017) menyebutkan peningkatan UMKM 2012 hingga 2017 13,98% atau 62.922.617 unit melebihi usaha besar 5.460 unit. Data 2007-2016 menunjukkan dari sekitar 61 juta UMKM, hanya sekitar 17 juta UMKM yang dibiayai KUR. Pertumbuhan dan potensi UMKM secara kuantitas yang sangat besar belum sebanding dengan target yang ingin dicapai. UMKM merupakan pelaku usaha terbesar dalam halal value chain, sehingga penguatan sektor UMi memperkuat industri halal dan mendorong pencapaian indikator baik pemerataan, kesejahteraan  dan kemandirian ekonomi bangsa serta leverage yang besar dalam memperkuat halal value chain.

Pembahasan model mempertemukan 5 pihak (pentahelix) yaitu UMi, BMT, Fintech syariah, Kementerian Keuangan, dan Perbankan Syariah. Shariah Enterprise Theory oleh Triyuwono (2012) sebagai dasar pengembangan UMi mencakup akuntabilitas vertikal dan horizontal. Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban entitas kepada Tuhan, akuntabilitas horizontal yaitu direct dan indirect stakeholder meliputi komunitas dan alam. Nilai keseimbangan ini menyebabkan SET peduli kepentingan individu dan pihak lainnya (stakeholders yaitu Tuhan, Manusia, dan Alam).

Mukras (2003) merekomendasikan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui penguatan UMKM karena mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi melalui kewirausahaan dan inovasi (Beck et al; 2005). Gebremarian et al (2004) menemukan semakin sedikit sektor usaha kecil, maka semakin besar tingkat kemiskinan suatu daerah. UMi yang dinamis mampu menjadi agent of change (Audretsch, 2000) dan menjadi perhatian pembuat kebijakan di negara berkembang karena menjadi sumber utama peluang kerja bagi kelas menengah kebawah (Advani, 1997).  UMKM juga tumbuh di daerah pinggiran dan terpencil sehingga mampu menghidupkan stabilitas ekonomi, pertumbuhan dan pekerjaan (Kayanula&Quartey, 2000; Abor&Quartey, 2010; Agyapong, 2010).

Lihat Juga :  Semangat Habib Rizieq Pulang ke Tanah Air karena ini, Sayang Akhirnya Batal

 

Pembahasan

Di masyarakat banyak warung kecil dekat rumah, penjual sayur pagi hari, atau pedagang makanan sekolah. Mereka kesulitan mengakses program pembiayaan perbankan. Kementerian Keuangan menyalurkan pendanaan program pembiayaan UMi untuk pelaku mikro unbankable. Rendahnya penyerapan KUR karena UMKM kesulitan mengakses perbankan sehingga penyerapan KUR hanya dapat diakses  industri besar.

Agar pencapaian target dapat optimal tercapai, model pengembangan melibatkan sinergitas pentahelix. Pengembangan UMi melibatkan teknologi informasi dengan sistem yang memantau sampai ke UMi. Penggunaan sistem digital agar tepat sasaran dalam proses penyaluran. Bekerjasama dengan penyedia fintech shariah sebagai penyalur pembiayaan kepada mitra kerja.BMT Penyaluran ke BMT dapat menggunakan virtual account. BMT akan memberikan pinjaman kepada UMi melalui platform digital. Debitur Umi mendapatkan saldo pinjaman dalam bentuk digital untuk bertransaksi dengan ekosistem yang ada. Debitur UMi menjadi menjadi merchant dalam model ini. Penampungan pinjaman debitur UMi dalam bentuk tabungan Pengembalian pinjaman kepada BMT dilakukan melalui mekanisme pembukaan tabungan perbankan syariah. Model ini menjembatani akses unbankable dan merangsang literasi perbankan syariah sehingga menjadi simbiosis mutualisma yang saling menghidupkan peran masing-masing.

Transfer literasi pengelolalaan keuangan  dan teknologi akan terjadi di semua pihak. Model ini meningkatkan pemantauan aliran dana. UMi memberikan kemudahan dan kecepatan permodalan bagi usaha ultra mikro juga pendampingan dan pelatihan melalui mitra. Tanpa pelatihan dan pendampingan, usaha ultra  mikro tidak berjalan optimal.

 

Kesimpulan

Pembiayaan Ultra Mikro dengan melibatkan sinergitas pentahelix menjadi fondasi kemandirian ekonomi masyarakat tingkat terbawah.  Kolaborasi layanan keuangan syariah terintegrasi melalui Inklusifitas dan pendalaman pasar keuangan syariah secara bersamaan dapat menjangkau literasi keuangan masyarakat bawah, mengembangkan BMT dan sumber penerimaan Perbankan Syariah, dan peningkatan pengelolaan keuangan. Fintech menyebabkan berkurangnya interaksi manusia karena transaksi dilakukan secara digital dan berpengaruh pada stres. Model ini menciptakan interaksi sosial semua pihak. (*)

 

Back to top button