KELUARGA

Mencari Nafkah Lewat Dakwah, Ini Hukumnya Dalam Islam…?

AsSajidin.com– Dalam menjalani kehidupan, kita diwajibkan untuk selalu beribadah kepada Allah SWT. Tapi di samping itu, kita juga diwajibkan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup. Allah sendiri telah memerintahkan kita untuk mencari nafkah dalam Al quran. Sebagaimana setiap manusia diwajibkan untuk mencari rezeki demi memenuhi hajat hidup. Apalagi bagi mereka yang menjadi kepala rumah tangga. Lalu apa kah boleh seseorang mencari kebutuhan hidup dengan jalan mengatasnamakan urusan dakwah dengan harapan meraih imbalan atau sesuatu…?

Dari Umar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, maka niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung; ia pergi pagi hari dalam keadaan perutnya kosong, lalu pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang”. [HR Tirmidzi, no. 2344; Ahmad (I/30); Ibnu Majah, no. 4164]

Dalam kisah yang lain, dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ زَوْجَتَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَ

“Harta yang dikeluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau beri pada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yang engkau beri pada istrimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau beri pada pembantumu, itu juga termasuk sedekah” (HR. Ahmad 4: 131. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Namun bagaimana hukumnya jika seseorang mencari nafkah dari hasil berdakwah? Sedangkan kita memang dituntut untuk selalu berdakwah menyebarkan ajaran Islam sebagai amal jariyah. .Mengenai perkara ini, maka hukum mencari nafkah atau harta dalam Islam  dengan jalan dakwah adalah boleh. Hal ini juga pernah dijelaskan oleh Rasulullah SAW.

Bukhori dari Ibnu Abbas jikalau sebagian sahabat Nabi saw melalui asal pati mata air dimana terkandung orang yang tersengat binatang berbisa, lantas salah seorang yang bertempat tinggal di asal pati mata air tersebut datang serta berkata; “Adakah di antara kalian seseorang yang pandai menjampi? pasal di tempat tinggal dekat asal pati mata air adanya seseorang yang tersengat binatang berbisa”.

Lantas salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut serta membacakan al fatihah dengan upah seekor kambing. nyatanya orang yang tersengat tadi sembuh, tersebutkan sahabat tersebut membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman-temannya tak suka dengan Perihal itu, mereka berkata; “Kamu mengambil upah atas kitabullah?” sehabis mereka tiba di Madinah, mereka berkata; “Wahai Rasulullah, ia ini mengambil upah atas kitabullah”.

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil ialah upah pasal (mengajarkan) kitabullah” Hal itu juga ditegaskan bahwa Rasulullah SAW pernah memerintahkan seorang lelaki buat mengajarkan istrinya al Qur’an sebagai mahar baginya. (HR. Bukhari)

Lihat Juga :  5 Menu Sahur yang Simpel, Mengenyangkan dan Bergizi

Dari dalil di atas, jelas menunjukkan bahwa seorang yang mencari nafkah dengan jalan dakwah adalah boleh. Beberapa ulama juga menyetujui hal ini karena beberapa hal diantaranya :

  1. Berdakwah membutuhkan biaya transportasi
  2. Seorang yang terlalu sibuk menyebarkan ilmu agama dikhawatirkan tidak mempunyai waktu untuk mencari nafkah, maka ia boleh menerima upah dakwah
  3. Jika seseorang yang berdakwah tidak dibayar, maka ditakutkan di masa depan tidak ada lagi yang mau berdakwah
  4. Jika seseorang diberi upah untuk berdakwah maka boleh diterima karena kita dilarang menolak rejeki, asalkan bukan ia yang meminta

Itulah beberapa alasan mengapa seorang yang berdakwah boleh menerima upahnya sebagai pengganti mencari nafkah

Sang penjaga cahaya dari timur, Ustadz Fadzlan Garamatan mengatakan bahwa, seorang dai harus dituntut berjiwa besar. Menurutnya seorang dai harus menganggap dakwah adalah pekerjaan yang bergengsi di hadapan Allah SWT. Dakwah bukanlah ajang mencari uang, Sebab dakwah bukan pekerjaan dunia, tapi akhirat.

Ustadz yang berdakwah di Papua itu menuturkan jika dakwah dijadikan pekerjaan, yang akan rugi adalah umat Islam.Oleh sebab itu dirinya berharap kepada semua dai agar bersama meluruskan niat supaya hasil dari upaya dakwah sesungguhnya tidak terkontaminasi oleh hal-hal lain yang justru merusak amal kebaikan di dalamnya.

”  Jika seorang artis saja dibayar mahal, maka hendaknya yang mengajarkan ilmu agama haruslah lebih dihargai . Asalkan, bukan kita yang menentukan apa yang akan didapat, tapi jamaah yang memberikan. Namun sayangnya, saat ini justru semakin banyak orang yang berdakwah dengan menetapkan tarif tertentu. Bahkan beberapa diantaranya justru menerapkan tarif yang sangat tinggi hingga membuat beberapa orang jadi sulit untuk membayarnya padahal mereka ingin mendapatkan ilmu agama,” ujarnya seraya mempertegas jika perilaku yang memperjualbelikan ajaran Islam seperti inilah yang tidak diperbolehkan karena Allah telah melarang untuk menjual ayat-ayatnya dengan harga dunia atau dijadikan sebagai bahan komersil untuk menunjang kebutuhan hidup bagi dirinya terutama dengan cara dusta.

Lihat Juga :  Makanan Sehat Ala Rasulullah SAW

Hal ini diterangkan dalam QS :Baqarah ayat 188. ” Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Menanggapi hal tersebut sebenarnya, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda tentang kaum yang menghalalkan segala cara dalam mendapatkan rezeki.  ” Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” HR Bukhori

Bagi seorang Muslim, terdapat empat adab yang patut diperhatikan dalam mencari rezeki.

Pertama, jangan sampai mencurangi kadar timbangan. Larangan ini termuat dalam Surat Al Muthaffifin ayat 1-6.

” Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.”

Kedua, tidak menjalankan riba. Larangan ini terdapat dalam Surat Ali Imron ayat 130-131.

” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.”

Ketiga, tidak mencari rezeki dengan cara bathil. Contohnya seperti korupsi, suap, maupun menipu. Larangan ini termaktub dalam Surat Al Baqarah ayat 188

Keempat, tidak jual beli barang haram atau berjudi. Hal ini seperti tercantum dalam Surat Al Maidah ayat 90-91.

” Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

 

Back to top button