Uncategorized

Berpuasa Daya Tahan (Imunitas) Tubuh Menurun?

ASSAJIDIN.COM — Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ahli kesehatan sudah sepakat bahwa wabah corona tidak menghalangi umat Muslim untuk menjalankan ibadah puasa.

Direktur Utama Rumah Sakit Haji Jakarta, Dr Syarief Hasan Lutfie mengatakan wabah corona tidak berbahaya bagi Muslim yang puasa, asal mengonsumsi makanan yang bergizi saat sahur.

“Puasa tidak membahayakan asal persiapan deposit tenaganya cukup dengan menjaga imunitas tubuh, mengonsumsi makanan sehat dan bergizi saat sahur, menjaga aktivitas tubuh,” ujarnya dikutip dari Okezone.

Dokter Syarief menganjurkan umat Muslim menjaga imunitas tubuh dengan mengonsumsi telur, susu, madu, memperbanyak kandungan vitamin E ketika sahur, serta makanan sehat lainnya.

Kemudian ketika sedang menjalankan puasa, hindari bertemu banyak orang, rajin mencuci tangan, menjaga kebersihan lingkungan hingga memperbanyak kegiatan atau aktivitas di dalam rumah.

Hal senada juga dikatakan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh. Menurutnya puasa Ramadhan harus tetap dijalankan karena merupakan kewajiban umat Muslim. Hanya saja Muslim harus menghindari penularan virus corona.

“Umat Islam yang puasa, kewajiban puasa tetap puasa. Tetapi memberikan perhatian khusus terhadap penyebaran harus dicegah dan diminalisir,” ujar Asrorun pada Kamis 19 Maret 2020.

“Pada suatu kawasan yang berada dalam zona merah, maka kita bisa melaksanakan ibadah, dibatasi di tempat yang bebas kerumunan fisik yang berpotensi penyebaran secara lebih meluas,” papar dia.

“Sementara kalau berada di daerah zona hijau, maka aktivitas jalan sebagaimana jalan biasa tetapi dengan mengurangi tensi konsentrasi massa,” imbuh Asrorun.

Di samping itu Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) dan Protokol Masjid Istiqlal Ustadz Abu Hurairah Abdul Salam mengatakan yang bahaya itu bukan puasanya, tetapi kerumunan orang berpotensi menularkan corona.

“Hal yang berbahaya itu kumpul-kumpulnya saat buka bersama, taraweh dan lain-lain (red. termasuk salat berjamaah), atau apapun yang biasa dilakukan dengan kumpul-kumpul,” tuturnya.

Sementara dilansir dari Telegraph pada Senin (20/4/2020), para peneliti di University of Southern California sudah mempelajari kaitan antara puasa dan daya tahan tubuh. Hasilnya ditemukan bahwa rasa lapar memicu sel-sel induk dalam tubuh memproduksi sel darah putih baru yang berfungsi melawan infeksi.

Lihat Juga :  Penasaran Wajah Baru Monpera, Seperti Apa Ya?

Penciptaan sel darah putih baru inilah yang mendasari regenerasi seluruh sistem kekebalan tubuh. Menurut penelitian tersebut, tubuh akan menyingkirkan bagian-bagian dari sistem yang rusak, tua atau tidak efisien selama berpuasa.

Berpuasa secara berkelanjutan seperti di bulan Ramadhan akan membuat cadangan lemak terpakai, sel darah putih yang rusak terganti dengan yang baru, dan ini memicu regenerasi sel induk untuk membuat sel sistem kekebalan tubuh baru.

Sedangkan hasil penelitian lain yang dipublikasikan Jurnal Frontiers in Immunology pada November 2017, disebutkan puasa Ramadhan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, itu pun pengurangannya tidak signifikan dan tidak mempengaruhi kesehatan.

Nah karena itu Lembaga Tatwa Mesir, Darul Ifta menekankan tiga hal terkait puasa Ramadhan pada saat pandemi Covid-19.

Pertama, apabila seorang Muslim sehat, tidak terinfeksi virus dan memiliki kondisi yang lengkap dan sempurna untuk berpuasa, maka ia tetap wajib berpuasa.

Kedua, berpuasa bagi orang yang terinfeksi virus COVID-19 tergantung pada saran dokter. Jika dokter merekomendasikan bahwa puasa berbahaya bagi penderita, maka ia harus mendengarkan saran tersebut.
Ketiga, para dokter dan perawat yang terpapar COVID-19 boleh tidak berpuasa, sebab itu justru akan berbahaya bagi mereka.

Sementara Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) Ustadz Ainul Yaqin menyampaikan tentang hukum puasa sebagaimana tertulis dalam ayat berikut:

أَيَّامٗا مَّعۡدُودَٰتٖۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدّة من أيَّامٍ أخر وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدۡيَةٌ طَعَامُ مِسۡكِينٖۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَهُوَ خَيۡرٞ لَّهُۥۚ وَأَن تَصُومُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

Artinya: “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui,” (QS.Al-Baqarah:184)

Lihat Juga :  Adab Sholat di Lapangan, Jangan Sampai Menghadap Sandal

Berdasarkan ayat tersebut, orang yang sakit, apalagi seperti saat sekarang sakit dalam keadaan pandemi Corona, maka dia boleh tidak berpuasa dan mengganti puasa ramadhan ketika sembuh.

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya :

“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)

Kemudian ketika dalam posisi bepergian (Musafir), terlebih untuk beribadah bukan maksiat, maka menutut Ainul dipastikan masyaqqat-nya, boleh tidak berpuasa

(QS. Al Baqarah: 185).

Seorang Musafir punya pilihan boleh tetap berpuasa ataupun meninggalkan, dan menggantinya nanti.

سَافَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَيَصُومُ الصَّائِمُ وَيُفْطِرُ الْمُفْطِرُ فَلاَ يَعِيبُ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ

Artinya :

“Kami pernah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ada yang tetap berpuasa dan ada yang tidak berpuasa. Namun mereka tidak saling mencela satu dan lainnya.(HR. Muslim)

Selanjutnya orangtua udzur, sakit-sakitan atau lemah fisiknya dan tidak dimungkinkan menjalani puasa, maka boleh menangguhkan puasanya.

Allah SWT berfirman :

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184).

Bagaimana dengan Muslimah yang hamil atau menyusui? Menurut Ainul kedua kondisi tersebut sangatlah payah dan berat, terutama menyangkut keselamatan bayi dan ibu, baik yang hamil atau menyusui, dikuatirkan mengancam kesehatan keduanya, sehingga ada keringanan meninggalkan puasa.

إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ

Artinya:

“Sesungguhnya Allah meringankan separuh sholat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.(HR An Nasa’i :2274 HR Ahmad :3129)

  • Imam Asy Syairozi, salah seorang ulama Syafi’i berkata, “Jika wanita hamil dan menyusui khawatir pada diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan punya kewajiban qadha’ tanpa ada kafarah. Keadaan mereka seperti orang sakit. Jika keduanya khawatir pada anaknya, maka keduanya tetap menunaikan qadha’.(*/sumber: okezone)
Back to top button