Revitalisasi Hukum Adat Nusantara
Oleh : Albar Sentosa Subari, Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan
AsSajidin.com, Palembang –Revitalisasi Hukum Adat yang dimaksud tidak berhenti pada pengetahuan dan bentuk bentuk ” local wisdom”, tetapi tempat tempat kelahiran kearifan lokal, bagaimana perkembangan nya ( bukan dilestarikan istilah sebagian orang) terutama dalam era globalisasi dewasa ini, dan apa implikasinya bagi pengembangan ilmu hukum dan pembangunan hukum nasional.
Untuk mengetahui hal itu, perlu pembayangan sementara jauh kebelakang, yaitu suatu proses kelahiran entitas sosiologis yang disebut masyarakat.
Konon, diawali dengan fenomena kedatangan orang perorang atau kelompok orang ke satu wilayah yang sama dan dalam wilayah yang sama, mereka saling kontak.
Dalam serangkaian kontak kehidupan sehari-hari, mereka mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam dirinya masing-masing sekaligus mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan diri orang kepada siapa orang dimaksud akan berinteraksi.
Mengenal dan menyadari kelemahan di satu pihak, kekuatan di pihak lain, kekurangan di pihak satu dari kelebihan di pihak lain. Dua hal ini mendorong mereka, sebagai zoon politicon untuk mengisi kekurangan dan kelebihan.
Kehidupan demikian menjadikan mereka terus menerus berinteraksi membentuk kehidupan sosial sehari-hari dalam jangka waktu lama. Proses interaksi ini berjalan bukan tanpa muatan nilai lokal, mengingat pada saat semakin meluasnya jaringan sosial pada saat sama kelahiran norma norma bersama terjadi dan dijaga bersama, yang sekaligus dapat digunakan sebagai alat untuk mengakses dan mengatur sumber daya alam.
Misalnya, nilai kerukunan dalam gotong royong, nilai tolong menolong. Intinya, secara horizontal sebuah kebersamaan dan secara vertikal memiliki rasa erat terikat hubungan nya dengan ketuhanan masingmasing.
Artinya, rukun, tolong menolong dan gotong royong merupakan dasar hidup mereka. Inilah benih benih murni kearifan lokal ( local wisdom). Yang oleh the founding fathers disusun ke dalam Pancasila sebagai dasar negara kesatuan Republik Indonesia.
Makna nya, paham paham pedesaan itu telah terangkat secara politis menjadi paham ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan secara filosofis menjadi payung hukum adat Nusantara. Itu sebabnya hukum adat Nusantara dipandang sebagai bagian local wisdom Nusantara.
Adat kebiasaan merupakan hukum rakyat dan dipatuhi demi tertibnya pergaulan masyarakat. Hukum rakyat itu tidak dibuat, tetapi lahir, tumbuh dan berkembang dari suatu masyarakat sederhana yang tercermin pada setiap tingkah laku individu individu ke masyarakat kompleks yang kesadaran hukum tampak pada ucapan ucapan para ahli hukum nya.
Memasuki era globalisasi ini suka ataupun tidak maka hukum adat baik secara langsung maupun tidak langsung berdampak positif terhadap masyarakat hukum adat itu sendiri.
Sesuai dengan definisi yang pernah disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa kebudayaan ( baca hukum adat) adalah hasil dari dari budi dan daya manusia dalam menghadapi tantangan alam dan zaman.
Prof Dr Koentjaraningrat mengatakan bahwa kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia.