Nasehat Luqman kepada Anaknya

ASSAJIDIN.COM — Mengutip Liputan6.com, nasihat Luqman kepada anaknya menjadi panutan bagi umat Islam.
Karena setiap nasehat Luqman kepada anaknya bahkan sampai diabadikan di dalam Al-Quran.
Nasihat Luqman kepada anaknya tercantum dalam Surah Luqman ayat 13-19.
– Ayat 13
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
– Ayat 14
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.”
– Ayat 15
“Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu tentang itu, janganlah patuhi keduanya, (tetapi) pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.”
– Ayat 16
“(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
– Ayat 17
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
– Ayat 18
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
– Ayat 19
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Konsep Mendidik Anak
Mengutip Safaridanial21.blogspot.com, berikut konsep mendidik anak ala Luqman :
– Ayat 13
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ
.الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Kata يَعِظُ (ya’izuhu) yaitu pengajaran yang mengandung nasihat kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang memaknai sebagai ucapan yang mengandung peringatan.
Kata bunayya adalah panggilan untuk anak laki-laki. Dimana panggilan tersebut mengandung kasih sayang. Luqman memulai nasehatnya kepada putranya dengan menekankan perlunya menghindari perbuatan syirik, karena perbuatan syirik adalah kedzaliman yang amat besar.
Kita telah megetahui bahwa zalim adalah menempatkan sesuatu yang bukan pada tempatnya. Suatu kezaliman yang besar jika menjadikan mahluk sebagai tuhan.
Nilai pendidikan yang terkandung dalam surah ini yaitu bagaimana seharusnya menjadi seorang pendidik dalam berikan pengajaran kepada anak.
Kita harus memulai dengan kelembutan. Ini adalah salah satu metode yang digunakan oleh Luqman sebagai mana dikisahkan dalam ayat di atas.
Di samping itu, kita tidak boleh luput dalam mengulanginya untuk memberi nasehat. Dalam mengajar harus banyak menasehati anak tentang hal-hal kebaikan terutama menyangkut ibadah kepada Allah SWT.
Setelah melihat bagaimana Luqman dalam mendidik anak, maka dilanjutkan dengan ayat berikutnya yang membahas atau mengajar kita bagaimana dalam bergaul dan berbuat baik kepada kedua orang tua.
– Ayat 14
وَوَصَّيْنَاالإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَي وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيْرُ
Menurut sebagian para ulama, ayat di atas bukanlah bagian pengajaran Lukman kepada anaknya. Ia disisipkan Al Quran untuk menunjukkan betapa penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua yang menempati posisi kedua setelah pengagungan kepada Allah SWT.
Dan kita diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua sebagaimana tertuang dalam Q.S. Al-An’am[6] ayat 151 yang menyatakan:
“Katakanlah (Muhammad), marilah aku bacakan apa yang diharamkan tuhan kepadamu. Janganlah mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak……”
Ayat di atas memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dan jangan sekali-kali kita mengucapkan kata “ah” pada keduanya, sebagaimana termaktub dalam Al-Quran surah Al-isra’[17]: 23.
Kata (ووصينا) wawassayna. Yaitu berpesan dengan sangat kukuh kepada manusia menyangkut kedua orang tua mereka agar selalu berbuat baik kepada keduanya.
Kata (وهنا) wahnan yaitu kelemahan yang dirasakan oleh seorang ibu untuk memikul beban kandungan yang kian memberat sesuai dengan usia kandungan.
Maka untuk itulah kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada mereka, dan bersyukur kepada Allah yang menciptakan kita melalui perantara keduanya dan bersyukur pula kepada kedua orang tua yang senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada kita sebagai seorang anak.
Nilai pendidikan yang harus kita ambil yaitu bagaimana cara untuk mempergauli kedua orang tua baik mereka sudah lanjut usia yang dalam pemeliharaan kita.
– Ayat 15
وِان جاهداك على ان تشرك بي ماليس لك به علم فلا تطعهما وصاحبهما في الدنيامعروفا واتبع سبيل من اناب الي ثم الي مرجعكم فانبئكم بماكنتم تعملون.
Setelah ayat lalu menekankan tentang pentingnya berbuat baik kepada orang tua, maka dalam ayat di atas dinyatakan pengecualian untuk mentaati perintah kedua orangtua.
Kata ( جاهداك) terambil dari kata (جهد) juhd yakni kemampuan atau sungguh-sungguh. Kata ini digunakan dalam ayat karena adanya upaya sungguh-sungguh.
Dalam hal ini, sebagaimana makna kata اكجهد adanya unsur paksaan dari orang tua untuk mentaati kemauanya yang melencengkan aqidah maka tidak harus diikuti apalagi hanya sekedar ajakan.
Asbabun nuzul ayat ini berkenaan Sa’ad bin Malik. Sa’ad bin Malik mengatakan, “aku sangat mencintai ibuku. Saat aku masuk islam ibuku tidak setuju dan berkata, ‘anakku, kau pilih salah satu, kamu tinggalkan Islam atau aku tidak akan makan sampai aku mati.
Aku bertekad untuk tetap memeluk Islam. Namun ibuku malaksanakan ancamannya selama tiga hari tiga malam. Aku bersedih dan berkata, ‘ibu, jika ibu memiliki seribu jiwa (nyawa) dan satu persatu meninggal, aku akan tetap dalam Islam. Karena itu terserah ibu mau makan atau tidak, akhirnya ibuku pun luluh dan mau makan kembali.” (H.R. at-Tabrani).
Nilai-nilai pendidikan yang bisa kita ambil jika dikaitkan dengan Al-Quran surah luqman ayat 15:
1. Peran orangtua bukanlah segalanya, melainkan terbatas dengan peraturan dan norma-norma ilahi.
2. Dalam dunia pendidikan, pendidik tidak mendominasi secara mutlak, tidak semua harus diterima oleh anak didik melainkan anak didik perlu memilah yang benar berdasarkan nilai-nilai Islamiyah. Yaitu merujuk pada Al-Quran dan As-sunnah.
3. Dalam persoalan keduniaan, kita harus mematuhi kedua orang tua dan berbakti atau memberikan haknya, namun kalau persoalan aqidah tidak seharusnya kita mengikuti.
– Ayat 16
يَابُنَيَّ إِنَّهَاإِنْ تَكُ مِثقَالَ حَبَّةٍ مِن خَردَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَو فِي السَّمَوَاتِ أَو فِيَ الأَرْضِ يَأْتِ بِهَااللهُ إِنَّ اللهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Ayat di atas merupakan lanjutan nasehat Luqman kepada anaknya. Bahwa sekecil apapun itu, akan ada balasan dari perbuatan tersebut. Sebagaimana firman Allah pada ayat sebelumnya: “Maka akan Ku-beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Ayat di atas pun dipertegas di dalam Q.S Al-Anbiya’[21]:47 yang berbunyi:
“Dan kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit; sekalipun hanya seberat biji sawi, pasti kami mendatangkannya(pahala). Dan cukuplah kami membuat perhitungan.”
Perumpamaan biji sawi dinyatakan dalam surah ini karena biji sawi sangatlah kecil.
Dalam tafsir Al-Muntakhab yang melukiskan biji tersebut. Di dalam tafsir tersebut dibahas bahwa 1 kg biji ( خردل (atau sawi terdiri atas 913.000 butir. Dengan demikian berat satu biji sawi sama dengan 1/1000 gram.
Kata ( لطيف ) diambil dari akar kata لطف lathafa yang berarti lembut, halus. Artinya Allah maha halus yaitu walau sekecil apapun Allah mengetahuinya.
Nilai pendidikan yang bisa kita ambil yaitu pengarahan kepada manusia bahwa tidak ada sesuatu yang dikerjakan melainkan ada balasan sekecil apapun itu. Dan kita sebagai seorang pendidik, kita terus meluruskan walaupun menyangkut hal-hal kecil.
– Ayat 17
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأمُر بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ وَاصبِر عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِن عَزمِ الأُمُورِ
Ayat di atas adalah lanjutan nasehat dari Luqman kepada anaknya, terkait perintah shalat, dan menyuruh anaknya memerintahkan kepada setiap orang untuk melakukan hal-hal yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan kemungkaran dan bersabarlah. Karena hal yang ketiga tersebut merupakan hal-hal yang diutamakan.
Dalam menjalankan wasiat Luqman tersebut tidaklah mudah melainkan ada banyak rintangan yang dihadapi ketika menyampaikan hal-hal yang baik.
Ini sama halnya yang dirasakan Rasulullah saat berdakwah, betapa banyak rintangan yang dialami sampai-sampai beliau rela dilempari kotoran dan batu untuk menegakkan kebenaran.
Nilai pendidikan yang bisa diambil dari ayat ini adalah:
1. Kewajiban mendidik diri sendiri sebelum mendidik orang lain.
2. Sebagai seorang pendidik, perlunya kesabaran dan penuh kasih sayang tanpa membedakan peserta didik.
– Ayat 18
وَلاَتُصَعِّر خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمشِ فِي الأَرضِ مَرَحًا إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُختَالٍ فَخُورٍ.
Nasehat Luqman kali ini adalah akhlak dan sopan santun dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Hal yang disebutkan di atas seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita.
Kadang kala orang yang pernah kenal baik dengan kita, saat mendapati posisi yang tinggi seakan malu dan memalingkan muka saat bertemu karena posisi dan status sosial sudah beda lagi dengan kita.
Kata (تُصَعر) tusha’ir terambil dari kata (الصَعر) ash-sha’ar yaitu penyakit yang menimpa onta, dan menjadikan lehernya keseleo. Sehingga ini memaksakan dia dan berupaya keras agar berpaling sehingga tekanan tidak tertuju pada syaraf lehernya yang mengakibatkan rasa sakit.
Dari kata inilah menggambarkan upaya keras dari seorang untuk bersikap angkuh dan menghina orang lain.
Telah digambarkan di atas nasehat Luqman kepada anaknya, yaitu nasehat untuk tidak menyombongkan diri, dan jangan berjalan dengan angkuh. Karena itu merupakan perbutan yang tidak disukai oleh Allah SWT.
Nilai pendidikan yang bisa kita ambil dari ayat ini adalah etika dalam berbicara atau berdialog untuk tidak merendahkan orang yang kita ajak bicara atau bertukar fikiran.
Ayat ini mengajarkan kita konsep berdialog antara sesama manusia. Hal ini dijelaskan dalam Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Quranul Adzim, Kairo, 2000: 56.
– Ayat 19
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوتِكَ إِنَّ أَنكَرَالأَصْوَاتِ لَصَوتُ الحَمِيرِ
Kata ( وَا قْصِدْ فى مَشْيِكَ ) “dan sederhanalah kamu dalam brjalan”. Yaitu berjalan secara sederhana maksudnya adalah tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat namun adil yaitu mengambil pertengahan.
Kata (وَاْ غْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ) “dan lunakkanlah suaramu.” Yaitu janganlah kamu berlebihan dalam berbicara dan jangan mengeraskan suara pada sesuatu yang tidak bermanfaat.
Sehingga, dari itulah Allah SWT berfirman: (اِن اَنكَرَ اْلأصْوَاتِ لصَوْتُ الحمير) “Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai”.
Mujahid dan banyak Ulama berkata: perumpamaan keledai orang yang mengangkat suaranya tinggi-tinggi, di samping itu merupakan hal yang dimurkai oleh Allah.
Nilai pendidikan yang bisa kita ambil jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, yaitu dalam berbicara kita harus bertutur yang sopan dan tidak berlebihan dan ini terkait dengan etika dalam diskusi.
Wallahu a’lam.