Penagih Utang Tarik Kendaraan Secara Paksa adalah Prosedur yang Salah
Dirreskrimum Polda Sumsel : Jika Ada Dept Collector Yang melakukan Kekerasan, Videokan!!

ASSAJIDIN.COM — Dirreskrimum Polda Sumsel Kombes Pol M Anwar Reksowidjojo mengatakan, mempersilahkan masyarakat untuk turut memvideokan jika berhadapan dengan debt collector yang melakukan kekerasan.
Meskipun orang menunggak pembayaran angsuran salah, namun tindakan debt collector yang kerap memaksa menarik mobil yang diklaim menunggak sampai menggunakan kekerasan membuat masyarakat geram.
Penagih utang (debt collector) yang menarik kendaraan secara paksa dari pemilik yang sah adalah perbuatan pidana.
Menurutnya, tindakan menarik mobil tidak bisa dilakukan sembarangan, ada prosedur yang harus dilalui yakni di persidangan sesuai.
Petugas penagih juga harus menunjukkan sertifikat profesi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.
“Ada UU yang mengaturnya, dimana penarikan kendaraan yang kredit macet harus sesuai dengan ketentuan UU Fidusia,” ujarnya Rabu (27/03/2024).
Pidana yang akan menjerat debt collector jika melakukan penarikan secara paksa dan kekerasan yakni Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan dan pasal 368 KUHP tentang pemerasan disertai kekerasan.
“Kita tetap mengikuti aturan. Bila Debt collector melakukan pemaksaan dan ancaman kekerasan dan dilaporkan oleh masyarakat maka akan ditindaklanjuti. Silahkan videokan dan laporkan ke kantor kepolisian terdekat,” katanya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan oleh pihak debt collector dari peristiwa Aiptu FN sudah melanggar dari prosedur yang ada.
“Kejadian seperti ini bukan pertama kali, tetapi sudah beberapa kali terjadi menyangkut pengambilan secara paksa barang dan lain sebagainya. Dan ini cukup meresahkan masyarakat, karena tidak ada kepastian mobil yang diambil kapan akan dikembalikan,” ujar Sunarto.
Kemudian barang-barang yang ada di mobil itu mungkin tidak terkait dengan yang ada di dalam perjanjian jual beli.
“Jadi ini sudah salah, kemudian menimbulkan masalah baru lagi,” katanya.
Dari itu, Sunarto mengimbau dan memberi peringatan kepada perusahaan finance
untuk menjalankan pekerjaan sesuai dengan prosedur, harus melalui proses peradilan pengadilan.(Yola)