Al-Ghazali, Pemikir Ulung yang Dijuluki Bapak Tasawuf Modern
ASSAJIDIN.COM — Imam Al-Ghazali adalah salah satu emikir besar dalam dunia Islam.
Imam Ghazali adalah seorang akademisi dan ahli tasawuf yang telah melahirkan karya-karya fenomenal.
Salah satu karya terkenal dari Imam Ghazali berjudul Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu Pengetahuan Agama).
Imam Al-Ghazali adalah sosok yang terkenal sebagai Bapak Tasawuf Modern.
Haus Ilmu Pengetahuan
Semasa muda, Al-Ghazali merupakan seorang pemuda yang haus akan ilmu pengetahuan.
Ia pandai dalam ilmu tafsir Al-Quran, hadist, ilmu kalam, dan filsafat.
Beberapa sejarawan Muslim menganggapnya sebagai seorang Mujaddid.
Al-Ghazali lahir di Thus, Iran, pada 450 H atau 1058 dengan nama asli Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thus.
Sejak kecil, ia sudah menjadi anak yatim karena ditinggal ayahnya. Namun, sebelum meninggal, ayahnya menitipkannya ke salah satu sahabatnya untuk mengurus pendidikannya.
Al-Ghazali mendapatkan pendidikan dasar di tanah kelahirannya, di Kota Thus.
Ia belajar ilmu agama dengan seorang guru bernama Ahmad bin Muhammad Razkafi.
Al-Ghazali kecil telah pandai berbahasa Arab dan Parsi. Ia kemudian belajar mengenai ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, ushul fikih, filsafat, dan mahzab-mahzab besar Islam.
Selepas itu, ia melanjutkan pendidikan di bidang ilmu fikih di Jarajan. Guru Imam Al-Ghazali saat itu adalah Imam Harmaim di Naisabur.
Al-Ghazali juga mengembara ke berbagai wilayah untuk menuntut ilmu, seperti ke Mekkah, Madinah, Mesir, dan Yerusalem.
Berkat kegigihannya dalam belajar, pada 484 H atau 1092, Al-Ghazali diangkat menjadi rektor Madrasah Nizhamiyah di Baghdad.
Menurut Imam Al-Ghazali, kebahagiaan menjadi tujuan akhir dalam perkenalannya dengan Allah SWT.
Dalam konsep tasawuf Imam Al-Ghazali, kebahagiaan itu didapatkan melalui ilmu dan amal.
Dengan memahami suatu konsep dan mempraktikkannya, maka manusia akan menemukan kebahagiaan.
Pada masa senjanya, Imam Al-Ghazali pulang ke Thus dan mendirikan sekolah di samping rumahnya.
Ia juga membangun asrama untuk murid-muridnya yang belajar di sekolahnya.
Al-Ghazali menikmati hari tuanya dengan membaca Al Quran, berkumpul dengan ahli ibadah, dan mengajar para penuntut ilmu.
Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada tahun 1111 ketika berusia 58 tahun.
Karya Imam Al-Ghazali
Berikut adalah beberapa karya Imam Al-Ghazali.
Ihya Ulumuddin
Al-Munqidh min al-Dalal
Minhaj al-‘Abidin
Al-Munqidh min al-Dalal
Al-Maqsad al-Asna fi Sharah Asma’ Allahu al-Husna
Faysal al-Tafriqa bayn al-Islam Wal-Zandaqa
Maqasid al Falasifa
Tahafut al-Falasifa
Al-Qistas al-Mustaqim
Enam Pertanyaan
Suatu ketika Imam Al Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghazali bertanya.Wahai murid-muridku sekalian, coba kalian jawab, “Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”
“Murid-muridnya menjawab “orang tua, guru, kawan, dan sahabatnya”.
Imam Ghazali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah mati.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran 185)
Kematian adalah sesuatu yang tiada seorang pun tahu kapan ia akan datang. Karena itu manusia harus selalu bersiap diri menghadapinya. Terkadang ia jauh terasa, padahal ia dekat dalam kenyataannya.
Janganlah kita lengah dalam memahami hal ini, jangan sekali-kali merasa diri jauh dari mati, karena itu membuat kita besar hati.
Justru kerahasiaannya harus kita maknai bahwa mati bisa terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa adanya peringatan dari-Nya.
Inilah yang hendak disampaikan oleh Al-Ghazali kepada murid-muridnya.
Lalu Imam Ghazali meneruskan pertanyaan yang kedua…. “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?”
Murid -muridnya menjawab “negara Cina, bulan, matahari dan bintang -bintang”.
Lalu Imam Ghazali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan itu adalah benar. Tapi yang paling benar adalah masa lalu.
Walau dengan apapun kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran agama.
Ini tepat dengan sebuah hadits yang menganjurkan bahwa kehidupan kita hari ini harus jauh lebih baik dari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Jika dipikir lebih dalam, maka yang perlu diperhatikan adalah waktu. Waktu tidak akan datang berulang untuk kedua kali, sekali kita bertindak kesalahan kita tidak bisa merevisinya lagi.
Kita hanya bisa bertobat dan berharap pengampunan. Sebagian pepatah bilang waktu adalah sesuatu yang paling berharga. Emas, harta bisa dicari tapi waktu yang sudah berlalu tak mungkin hadir kembali.
Mati dan waktu adalah dua rahasia yang ada di genggaman-Nya. Kita sebagai hamba hanya bisa berharap dan berdoa semoga Allah SWT memberikan anugrah kepada kita agar mampu memanfaatkan waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian.
Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga…. “Apa yang paling besar di dunia ini?”.
Murid-muridnya menjawab, “gunung, bumi dan matahari”.
Semua jawaban itu benar kata Imam Ghazali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah nafsu.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَـٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. 7:179) (Al A’Raf 179).
Nafsu adalah hal penentu pada diri manusia. Ingin bahagia yang hakiki? Kendalikanlah nafsumu, ingin celaka selamanya? Turuti nafsumu…
Pengendalian nafsu adalah kunci dalam hidup ini. Itulah pesan tersembunyi dari al-Ghazali bahwa nafsu adalah hal paling besar, hal yang paling menentukan….
Kemudian al-Ghazali meneruskan pada pertanyaan keempat adalah, “Apa yang paling berat di dunia ini?”
Murid-murid Ada yang menjawab, “besi dan gajah”.
Semua jawaban adalah benar, kata Imam Ghazali, tapi yang paling berat adalah memegang amanah.
وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. 33:72) (Al Ahzab 72).
Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini.
Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang amanahnya.
Pertanyaan Imam al-Ghazali yang kelima adalah, “Apa yang paling ringan di dunia ini?”
Ada yang menjawab “kapas, angin, debu dan daun-daunan”.
Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan shalat.
Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan shalat, gara-gara hal hal sepele kita meninggalkan shalat.
Kita harus ingat bahwa shalat adalah hal pertama yang ditanyakan Allah kepada manusia. Dan shalat adalah kewajiban terpenting di dunia ini.
Namun anehnya, shalat adalah hal termudah yang sering dilewatkan oleh orang-orang muslim?!
Ringan sekali melewatinya.
Pertanyaan terakhir atau keenam adalah, “Apakah yang paling tajam di dunia ini?”.
Murid-muridnya menjawab dengan serentak, “pedang”.
Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah lidah manusia.
Karena melalui lidah, manusia selalunya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. (Dari berbagai sumber)