DUNIA ISLAM

Al-Asma’i, ilmuwan Pertama yang Mempelajari Anatomi Manusia

ASSAJIDIN.COM — Abdul Malik bin Quraib Al-Asma’i adalah seorang ahli sastra Arab sekaligus ilmuwan bidang zoologi, botani, dan pemeliharaan hewan.

Tulisannya yang terkenal di antaranya Kitab Ibil, Kitab Khalil, Kitab Wuhush, Kitab Sha, dan Kitab Khalqal Insan.

Abdul Malik bin Quraib Al-Asma’i dilahirkan pada tahun 739 di Basrah. la merupakan sarjana muslim pertama yang mengkaji ilmu alam dan zoologi (ilmu tentang binatang).

Namanya kian berkibar setelah menulis sederet karya-karya besar tentang ilmu zoologi.

Salah satu buah pikirnya yang sangat terkenal dan mengupas tentang hewan adalah Kitab At-Khail yang membahas seluk-beluk binatang kuda.

Selain itu, dia juga menulis Kitab Al-Ibil yang mengupas tentang unta.

Abdul Malik juga menulis Kitab Al-Sha yang mengupas tentang kambing.

Beragam jenis hewan liar juga dipelajari Abdul Malik melalui Kitab Al-Wuhush. Secara khusus, ia juga mengkaji tentang manusia melalui Kitab Khalq Al-Insan.

Lihat Juga :  Berbagi Kebahagiaan, Dinkominfo Muba Berkurban 2 Ekor Sapi di Hari Raya Idul Adha

Selain ilmu hewan, Al Asma’i juga tertarik dengan tumbuhan. Ada sekitar kurang lebih 276 tanaman yang berhasil ditemukan Al Asma’i dan diberi nama yang sama dengannya.

Tanaman itu ia temukan saat menjelajahi Jazirah Arab.

Abdul Malik juga tercatat sebagai salah satu ilmuwan pertama yang mempelajari tentang anatomi manusia.

Salah satu kitabnya yang sangat fenomenal adalah Kitab Al-Asmai yang masih menjadi rujukan ilmuwan di Austria hingga paruh kedua abad kesembilanbelas Masehi.

 

Sastrawan Mumpuni

Sejak belia, al-Asma’i memang telah dididik dalam lingkungan agama Islam yang sangat kuat. Selain mendengarkan banyak hadis, ia banyak menghafal ayat suci Alquran.

Ia fasih menceritakan kisah-kisah perang kuno yang terjadi di negeri-negeri Arab.

Tak heran jika ia pun dikenal sebagai sejarawan.

Lihat Juga :  Jelajah Wisata Turki (1) : Emirgan Tulip Garden, Taman Populer Wisatawan dan Warga Setempat 

Pada perkembangan selanjutnya, di kalangan intelektual, al-Asma’i lebih dikenal sebagai sastrawan mumpuni. Bahkan, melalui sastra, ia kemudian menjalin hubungan dengan kekuasaan dan mendapatkan kepercayaan dari sang khalifah.

Ini seakan mengukuhkan sebuah kesadaran yang pernah dilontarkannya.

Menurut Makdisi, al-Asma’i pernah mengatakan bahwa sastra dapat mengangkat derajat seseorang dari keturunan yang rendah

Tak sampai di situ, menurut dia, di antara golongan manusia yang menderita adalah mereka yang bergaul dengan para sastrawan, tapi tak memiliki rasa sastra.

Selama tinggal di Baghdad, selain mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan ilmunya, al-Asma’i juga meraih penghidupan yang sangat layak.

Apalagi, ia menjadi cendekiawan yang mendapatkan kepercayaan khalifah. Ia tetap dikenang melalui kecerdasan dan karya-karyanya. Ia meninggal dunia pada 828 Masehi. (Dari berbagai sumber)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button