Janganlah Berlaku Kasar, Menghardik Yatim pun Tak Boleh
Berbuat Baiklah Selalu kepada Mereka
ASSAJIDIN.com – Suatu hari Ikhwan ( 8 tahun), menangis terisak-isak. Matanya memerah.”Kamu kenapa, kok menangis,”kata Intan (32), seorang ibu yang mengurus Panti Asuhan Al Fajar, bertanya. Ikhwan pun menjawab, bahwa dia diledekin oleh kawan-kawan sekolahnya. Biasalah nakalnya anak-anak memang sering seperti ini.
Tetapi, kasihan kan.? Ikhwan, adalah seorang anak yatim dan tinggal di sebuah panti asuhan. Sehingga, Intan sang pengasuh panti ikut merasa sedih bila Ikhwan menangis, begitu pun anak-anak panti yang lain yang ikut mondok di panti itu. Intan memeluk Ikhwan, sembari mengelus kepalanya,”Diam ya nak ya..mereka tidak bermaksud menggoda mu, mereka hanya main-main saja,”ujar Intan mendiamkan Ikhwan.
Perlakuan kepada anak yatim hendaklah penuh kasih sayang. Memang benar, ada diantara anak yatim yang suka kolokan atau manja. Namun, seberapapun manjanya anak yati, atau cengennya mereka, kita tidak boleh berlaku kasar terhadap mereka. Mereka hendaklah diberikan pelajaran hingga dewasa mereka tau bagaimana berprilaku yang baik, samapa seperti anak-anak lainnya.
Dalam Al Quran Allah meminta,“Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.”(QS ad-Dhuha [93] :9). Salah satu tuntunan yang ditekankan dalam upaya memuliakan yatim ialah menghindari perlakuan sewenang-wenang, baik berupa fisik maupun nonfisik.
Ketua Yayasan Dinamika Umat Ustaz Hasan Basri Tanjung, dalam sebuah kajian menyebutkan, menghardik dapat diartikan dengan kata-kata kasar, mengejek, dan menghina mereka, tidaklah dibenakan. Begitupun menzalimi secara tindakan atau perbuatan. Harta anak yatim pun tidak boleh digunakan atau memakannya. Justru kita dianjurkan untuk memelihara mereka hingga mereka bisa bertanggungjawab pada saat dewasa.
Menurut Hasan, rujukan larangan tindakan lalim terhadap yatim termaktuf pada surah ad-Dhuha di atas. Dalam surah tersebut dikisahkan juga Nabi Muhammad SAW yang menjadi anak yatim. Dia menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan untuk tidak berbuat sewenang-wenang terhadap anak yatim. Lantaran, yatim berada dalam lindungan-Nya.
Hasan mencontohkan bahwa keseenang-wenangan itu tergambar dari ucapan kasar, mencaci maki, mengabaikan keberadaan, hingga tidak peduli dengan kesusahan mereka. Dia mengutip pernyataan sosok pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, yang menyatakan percuma saja shalat, tetapi tidak dapat memuliakan anak yatim. Begitu juga dengan menelantarkan anak yatim sama saja dengan mendustakan agama.
Hasan menukilkan quran surah al-Ma’un : 2. Surah tersebut memosisikan mereka yang menghardik yatim dengan pendusta agama. Celaka bagi mereka yang shalat, tetapi tidak peduli dengan anak yatim piatu. “Itulah orang yang menghardik anak yatim”. Dengan memelihara anak yatim maka seorang Muslim, kesalehan individu, dan sosial bisa teraih.Itulah yang dianjurkan agama.
Para pelaku kesewenang-wenangan terhadap yatim, akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Ini, antara lain, ditegaskan di surah an-Nisaa’ ayat 10. Allah mengganjar mereka yang memakan harta yatim secara lalim, sebenarnya menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala yaitu neraka.
Lalu, menghina anak yatim sama saja dengan menempuh jalan ke neraka. Karena, dengan menyakiti hati anak yatim, apa pun doa anak yatim akan dikabulkan oleh Allah SWT. Doa baik dan buruk yatim akan dikabulkan.
Jangan Menghardik Anak Yatim
Dosen Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ustaz Ahmad Ilyas Ismail dalam sebuah cacatan kecil dia tuliskan, memuliakan anak yatim merupakan kewajiban setiap Muslim. Kewajiban tersebut bersifat sosial dan berlaku bagi sesama manusia.
Sehingga, bagi mereka yang bertindak kasar, baik dengan menghardik maupun perbuatan buruk lainnya, akan mendapatkan balasan yang sangat berat. Seperti penegasan surah al-Ma’un di atas, celaka bagi mereka yang shalat, tetapi menelantarkan anak yatim. “Ini bukan lantas berarti tidak shalat sama sekali,” katanya.
Menghardik tidak hanya kata-kata kasar, tetapi juga mengganggu mereka secara psikologis. Artinya, mereka bisa saja memberikan makan, tetapi dengan cara tidak santun dengan melemparnya. Begitu juga bagi keluarga yang bersedia memelihara mereka, tetapi justru menggunakan harta anak yatim untuk kepentingan pribadi.
Seharusnya, papar Ahmad, sebagai keluarga dan orang yang telah bersedia bertanggung jawab menjaga dan mendidik anak yatim, harus bisa menjaga harta yang dibawa anak tersebut. Setelah dewasa, mereka berkewajiban menyerahkan kembali harta milik anak tersebut. Tetapi, jika mereka tetap bersikeras memakan harta tersebut, mereka termasuk dalam golongan yang melakukan dosa besar. Simak ayat kedua surah an-Nisaa’ berikut.
“Dan, berikanlah kepada anak-anak yatim yang sudah dewasa harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh tindakan menukar dan memakan itu adalah dosa besar,”.(QS, An-Nisa: 2)
Ahmad melanjutkan, Islam mendorong umatnya agar dapat mencintai anak yatim piatu. Sehingga, mereka mendapatkan balasan yang baik berupa kasih sayang dan kebaikan dari Allah SWT.
Sebaik-baik rumah adalah yang di dalamnya terdapat anak yatim piatu. Mereka tidak hanya memberikan rumah yang layak, tetapi juga pendidikan dan kesehatan layaknya seorang anak kandung. Berbahagialah mereka yang menjaga anak yatim sebisanya.[]