Membangun Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah, Berdasarkan Ketakwaan
AsSAJIDIN.Com — Memiliki keluarga yang Sakinah Mawaddah Warahmah adalah impian setiap pasangan suami istri muslim.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)
Yang dimaksud ayat ini kata Ibnu Katsir, Allah menjadikan pasangan dari manusia yang sejenis, bukan diambil dari jenis jin atau bahkan hewan. Rumah tangga tersebut suami membangunnya dengan rasa cinta dan menyayangi istri serta menginginkan keturunan darinya. Istri pun membutuhkan suami dalam hal nafkah. Keduanya saling membutuhkan dalam hal kasih sayang satu dan lainnya. Demikian disebut dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim.
Bagaimana membentuk keluarga yang SAMAWA? Allah memberikan penjelasan lengkap di dalam Alquran Nurkariim, di antaranya:
1- Membangun keluarga di atas ketakwaaan dan pengajaran agama
Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At- Tahrim: 6)
Adh-Dhahak dan Maqatil mengenai ayat di atas,
“Menjadi kewajiban seorang muslim untuk mengajari keluarganya, termasuk kerabat, sampai pada hamba sahaya laki-laki atau perempuannya. Ajarkanlah mereka perkara wajib yang Allah perintahkan dan larangan yang Allah larang.” (HR. Ath-Thabari, dengan sanad shahih dari jalur Said bin Abi ‘Urubah, dari Qatadah. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 321)
2- Suami menjalankan kewajibannya dengan baik, istri pun menjalankannya dengan baik
Istri hendaknya taat pada suami karena itu jalan mudah baginya untuk masuk surga,
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad, 1: 191; Ibnu Hibban, 9: 471. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sedangkan suami secara umum berbuat baik pada istri dan memperhatikan nafkahnya,
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada istrinya dengan cara ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 233).
3- Bersabar
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Berbuat baiklah pada para wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah pada para wanita.” (HR. Bukhari, no. 3331 dan Muslim, no. 1468)
4- Banyak mengalah dan memaafkan
Dengan banyak mengalah dan mudah memaafkan dalam keluarga pasti mudah meraih ketenangan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan wasiat pada Jabir bin Sulaim,
“Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya.” (HR. Abu Daud, no. 4084 dan Tirmidzi, no. 2722. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).
5- Menghindari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Dari Mu’awiyah bin Jaydah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, dan jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan melakukan hajr (mendiamkan istri) selain di rumah.” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Sebagaimana dikatakan oleh istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa beliau bersabda,
“Aku tidaklah pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya. Beliau tidaklah pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang) di jalan Allah.” (HR. Ahmad 6: 229. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Kalau istri keliru, nasihatilah terlebih dahulu. Kalau tidak berpengaruh, maka diamkan dia (hajer). Kalau tidak berpengaruh, barulah beralih pada memukul dengan syarat: (1) tidak dengan pukulan yang membekas, (2) menghindari wajah.
Perhatikan firman Allah berikut,
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An-Nisa’: 34).(*/sumber: www.rumaysho.com)