One Day One Ayat: Surat Fussilat Ayat 46 Beramal Soleh untuk Diri Sendiri
AsSAJIDIN.COM –Surah Fussilat 46 bicara soal perbuatan manusia dan balasannya.
Surat Fussilat Ayat 46
مَّنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ
Arab-Latin:
Man ‘amila ṣāliḥan falinafsihī wa man asā`a fa ‘alaihā, wa mā rabbuka biẓallāmil lil-‘abīd
Artinya:
Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan
barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah
Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.
Seringkali orang memahami hukum karma itu negative, padahal logis. Karma tidak sama dendam. Karena Tuhan tidak pernah dijahati. Karma adalah hukum konsekuensi. Siapa menanam, dialah yang memanen. Nah, Tuhan memberlakukan hukum kewajaran itu terhadap manusia.
Demi lebih membersihkannya citra-Nya demi meyakinkan umatNya bahwa dia benar-benar Tuhan Maha Adil, maka Tuhan menyatakan, bahwa Diri-Nya tidak pernah dan tidak akan pernah mendzalimi hambaNya sedikitpun. “Wa ma Rabbuka bi dzallamin li al’abid”
Tak ada siksa, jika tak ada kesalahan. Itulah keadilan. Tapi tidak setiap ada kesalahan, mesti dibalas siksaan. Itulah pengampunan. Setiap perbuatan baik, pasti ada imbalan baik yang setimpal. Itulah keadilan. Namun acapkali Tuhan melebih-lebihkan kebaikan itu seberapa Dia mau. Bahkan memberi begitu saja, tanpa ada permintaan dari hamba yang bersangkutan sebelumnya. Itulah anugerah dan kasih sayang.
Kadang, Tuhan itu seperti orang tua. Meski anaknya bersalah, tetap saja disayang dan difasilitasi. Apa kita bisa menyalahkan orang tua itu ? sesekali juga Tuhan seperti polisi. Tak pandang siapa, kalau salah, ya masuk bui. Salahkah tindakan polisi itu ?
Perdebatan tentang peran Tuhan terhadap perbuatan manusia tidak pernah selesai. Apakah Tuhan mengintervensi total, sehingga semua perbuatan Tuhan. Disini, manusia persis robot dan boneka. Atau Tuhan hanya memfasilitasi infrastrukturnya saja, seperti akal sehat dan fisik sempurna, sehingga semua perbuatan adalah murni pilihan manusia sendiri. Yang terakhir inilah yang berkaitan erat dengan karma, keadilan, pengampunan, perahmatan dll.
2. Lupa setelah hafal al’Qur’an, memang sangat disayangkan. Ibarat orang yang serius dan kerja keras untuk mendapatkan intan permata, lalu diterlantarkan begitu saja setelah mendapatkan. Memang disayangkan, diwanti-wanti, bahkan diancam-ancam oleh hadist, tapi tidak berarti berdosa besar seperti pelaku maksiat, berzina, mencuri dan sebagainya.
Orang yang pernah menghafal al-Qur’an pasti lebih kaya ke-al Qur’an-nya ketimbang tidak pernah, untuk bisa hafal, pasti sudah mengulang-ulang bacaan sekian kali untuk bisa ke level hafal. Itu artinya, dia sudah pernah mengisi jiwanya dengan kalamullah berulang kali. Barakallah fik. (*/KH. Mustain Syafii)