MOZAIK ISLAM

Rasa Malu Selalu Berujung Kebaikan

ASSAJIDIN.COM — Salah satu penyebab adanya beragam fenomena dunia remaja adalah hilangnya rasa malu, sehingga menjadi penting bagi remaja dan juga kita semua untuk menghadirkan rasa malu. Supaya rasa malu itu tetap terjaga, ibarat pakaian yang menyelimuti dan menghangatkan tubuh kita maka cara yang efektif adalah memahami keutamaan rasa malu.

Malu itu bahasa arabnya adalah al haya’u, alhaya’u seakar kata dengan alhayatu, sehingga beberapa ulama mengatakan, “ketika seorang mempunyai hati yang hidup maka disitulah ia memiliki kekuatan rasa malu, menampakkan bahwa dirinya memiliki rasa malu. Sementara sedikitnya rasa malu menunjukkan matinya hati dan matinya hidup. Dan setiap kali hati seorang itu hidup, maka bersama itu pula rasa malunya semakin menguat.”

Aljunaid rahimahullah mengatakan Al haya’u adalah anugerah yang Allah berikan kepada seorang hamba sehingga ia mampu melihat nikmat Allah Swt, merasakan melihat nikmat Allah dan disaat bersamaan dia merasa melihat sangat banyak pengabaiannya kepada Allah Swt. Sehingga kedua sifat ini tumbuh berkembang maka muncullah al haya’.

Rasa malu itu sebuah sifat, sebuah karakter yang muncul bukan hanya sebuah perkataan.

Ibnu Qayyim membagi al haya’u menjadi beberapa jenis:

Pertama:
Rasa malu karena merasa bersalah contohnya rasa malunya Nabi Adam a,s setelah melanggar larangan Allah. Mengakui dirinya telah menzhalimi dirinya sendiri.

Kedua:
Rasa malu yang muncul karena sadarnya pengabaian kita kepada Allah, rasa malu nya malaikat yang terus menerus bertasbih, bersujud kepada Allah. Dalam suatu riwayat, dihari kiamat mereka mengatakan “sungguh ya Allah kami belum menghamba kepada-Mu dengan sebenar-benarnya penghambaan.”

Lihat Juga :  Sedekah Ruwah Jelang Ramadhan, Sesuai Syariah atau Tidak?

Ketiga:
Rasa malu yang muncul karena pengagungan, rasa malu yang didapatkan setelah kita mengenal Allah Swt.

Keempat:
Rasa malu karena segan, seperti rasa malunya Ali bin Abi Thalib saat beliau bertanya tentang masalah bahwa beliau sering keluar air mani, karena beliau adalah suaminya fathimah r.a

Hadits-hadits tentang rasa malu banyak sekali:
Al haya’u minal iiman, rasa malu itu sebagian dari iman. (muttafaq ‘alaih)

Al haya’u khoirun kulluh, rasa malu itu semuanya kebaikan

Al haya’u la ya’ti illa bil khoir, selalu mendatangkan kebaikan.

Semakin seorang itu hatinya hidup maka semakin ia memiliki rasa malu (ibnu qayyim)

Diantara sifat yang Allah Swt sukai adalah rasa malu
Sesungguhnya dalam dirimu ada dua tabiat yang keduanya Allah cintai yaitu ketenangan dan rasa malu.

Idza lam tas tahyi fasna’ maa syi’ta, apabila engkau tidak memiliki rasa malu maka berbuatlah sesukamu. (H.R Bukhari)

Hadits ini memiliki minimal 2 arti:

Pertama:
Hadits ini sebuah ancaman, seakan rasulullah mengancam bahwa yang tidak punya rasa malu maka lakukanlah sekehendakmu tetapi ingat ada konsekuensinya. Ini merupakan perintah yang indikasinya ancaman.

Kedua:
Sebagai pemberitahuan, sehingga hadits ini memberitahukan kepada seseorang jika tidak punya rasa malu maka ia bebas melakukan apa pun. Artinya adalah rasa malu dapat menjadi penghalang kepada seseorang untuk berbuat dosa.

Tapi prinsipnya hadits di atas merupakan nasehat untuk setiap muslim untuk malu kepada Allah terutama dalam kesendiriannya. Kita merasakan ketika sendiri peluang untuk melanggar itu lebih besar ketimbang bersama orang lain, meskipun anak kecil yang melihatnya.

Lihat Juga :  Asal-usul Penamaan Hari Jumat dan Keistimewaannya yang Sering Terlupakan

Maka rasa malu itu diharapkan dapat menjadi penghalang seseorang untuk berbuat keji.
Cara Pertama: Merasa dilihat oleh Allah Swt.

Hidupkanlah kuatkanlah rasa malu dengan sering bersama Allah Swt.
Allah Swt berfirman Q.S Nisa: 108: “yastakhfuna minan nas, wala yastakhfuna minalloh, w ahuwa ma’ahum”, mereka bersembunyi dari manusia tetapi tidak bersembunyi dari Allah. Ibnu Abbas mengartikan bersembunyi itu artinya adalah memiliki rasa malu. Alam ya’lam biannallaha yara’?

Cara kedua: memiliki sensitifitas keimanan

Iman itu adalah banyak cabangnya dan cabang yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illalloh, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan halangan dari jalan.
Termasuk memiliki sensitiftas kepada orang lain, apakah perbuatan kita merugikan orang lain atau tidak. Jangan sampai kita menjadi orang cuek.

Cara ketiga: istihya’u minallah haqqol haya’ seseorang hendaknya menjaga anggota tubuhnya dengan baik, tidak menggunakan kepada yang haram maka itu cara memupuk rasa malu. Termasuk menjaga pikiran dari hal-hal yang negatif. Termasuk menjaga perut dari hal-hal yang haram, makan berlebihan apalagi makan-makanan yang haram. Sibukkan diri kita dengan sesuatu yg baik.

Cara keempat: sering mengingat kematian, bahwa jasad kita akan menjadi bangkai, cepat ataupun lambat kita akan kembali kepada Sang Pencipta kita, Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.

Semoga Allah menganugerahkan dan menjaga rasa malu pada diri kita. Aamiin
Wallahu’alam bi ash-Showab. (*/SUMBER: dalam islam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button