MOZAIK ISLAM

Sholawat Barzanji, Wajah Islam Indonesia yang Khas, Begini Sejarahnya

AsSAJIDIN.COM — Tradisi keagamaan pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu sarana penyebaran Islam di Indonesia. Islam tidak mungkin dapat segera tersebar dan diterima masyarakat luas di Indonesia, jika saja proses penyebarannya tidak melibatkan tradisi-tradisi keagamaan,.

Azyumardi Azra-sebagaimana dikutip oleh Yunasril Ali (1998:182)-mengemukakan bahwa penyebaran agama islam, yang sejak abad ke-13 M semakin cepat meluas di Nusantara, terutama atas kegiatan kaum Sufi, yang mampu menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif, khususnya dengan menekankan kontinuitas kebudayaan masyarakat dalam konteks Islam.

Terdapat fakta yang justru kita abai bahwa tradisi pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu ciri kaum muslimin tradisonal (baca: kaum Aswaja Annahdliyin di Indonesia. Corak kaum tradisional itu tidak lepas pula dari strategi Dakwah yang diterapkan oleh para penyebar Islam mula-mula di Indonesia, yakni para ulama Walisongo.

Dengan pertimbangan keadaan masyarakat Indonesia saat itu yang sebagian besar petani yang tinggal di daerah pedesaan dan tingkat pendidikannya yang sangat rendah, maka pola penyebaran Islampun disesuaikan dengan kemampuan pemahaman masyarakat. Sehingga materi dakwah pada wajtu itu lebih diarahkan pada peningkatan keyakinan serta ajaran ibadah yang bersifat pemujaan secara ritual demi memperkokoh keimaan dan keislaman seperti tahlilan, yasinan, ziarah kubur, talqin, shodaqohan (kenduri/kondangan) , berjanjenan, diba’an sholawatan dan sebagainya.

Lihat Juga :  Arti Shalawat dan Salam Atas Nabi Muhammad SAW

Hal itu dilakukan karena dasar pandangan ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) corak islam yang mendominasi Warna Islam Indonesia, lebih fleksibel dan toleran dibanding dengan faham kelompok lain. Salah satu sarana efekrif penggalangan simpati masyarakat adalah pelestarian tradisi-tradisi keagamaan yang populerdi masyarakat, termasuk yang paling panting didalamnya adalah peringatan maulidan serta pembacaan kitab-kitab maulid, yang umum lebih dikenal sebagai diba’an atau berzanjenan.

Pembacaan kitab-kitab maulid Nabi Muhammad SAW akhir-akhir ini justru mengalami peningkatan pesat tidak hanya di pedesaan juga masyarakat perkotaan. Berzanjenan, diba’an dan pengajian shalawatan juga disertai hadroh simtuduror bersama para habaib, kyai, santri dan kalangan luas baik di musholla, masjid, pesantren, maupun lapangan luas semakin merebak dan terus menjadi ‘budaya’ di tengah masyarakat Indonesia.

Yang terpenting dari ritual maulidan, sholawatan dan pembacaan kitab maulid, orang bersama-sama melakukan do’a setelah pujian kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW. Sehingga disadari atau tidak, pembacaan maulid tersebut merupakan sarana sebagai Washilah atau perantara agar do’anya diterima oleh Allah SWT. Sebab terdapat keyakinan do’a akan mudah terkabul apabila dipanjatkan setelah melakuksn perbuatan.baik, serta setelah banyak membaca sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Lihat Juga :  Sholawat yang Paling Banyak Dibaca Umat Muslim, Allahumma Sholli Wassalim Wabarik Alaihi

Sehingga yang lebih ditekankan disini bukanlah pada murni tidaknya formalitas teologis, akan tetapi bagaimana jiwa seseorang mengalami ketenteraman jiwa, kedamaian hati dan kepuasan batin dari keberagamaannya. Disamping itu juga kegiatan sholawatan maulid Nabi di Indonesia dapat memupuk rasa persaudaraan (ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah nan ukhuwah kemanusiaan), dapat menentramkan hati, dapat memunculkan rasa keagamaan jama’ah. Maka wajar saja jika kemudian tradisi maulidan ini menjadi “min” Muslim tradisional (baca: Aswaja Annahdliyah, warga NU/Nahdliyin), sebab memang sejak dulu islam masuk di Nusantara (sekarang Indonesia) sampai kapanpun tradisi mauludan maupun keagamaan Ahlussunnah Wal Jamaa’ah annahdliyah akan terus dipraktekkan masyarakat Indonesia dan bahkan juga dunia.

Penting sekali kita menyajikan wajah islam salah satunya dengan cara mentradisikan seni bershalawat barjanzi, diba’an maupun sejenisnya. (*/tulisan Imam Muklis Ali)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button