Jangan Usir Anak-anak dari Masjid karena Alasan Ribut
AsSAJIDIN.COM — Sebagian pengurus masjid ada yang mengusir anak-Anak dengan alasan menggangu orang solat, apa hukumnya?
Cara nabi berinteraksi dengan anak-anak di masjid saat solat sangat berbeda jauh dengan kenyataan yang dilakukan oleh sebagian oknum muslim terhadap anak-anak yang suka bermain di masjid.
Berikut kami sampaikan beberapa kasus penanganan yang dilakukan oleh Rasulullah pada anak-anak di masjid, agar kita dapat meneladani baginda Nabi saw.:
1. Sahabat Nabi yang bernama Syaddad ra. meriwayatkan, bahwa Rasulullah datang – ke masjid- mau solat Isya atau Zuhur atau Asar sambil membawa -salah satu cucunya- Hasan atau Husein, lalu Nabi maju kedepan untuk mengimami solat dan meletakkan cucunya di sampingnya, kemudian nabi mengangkat takbiratul ihram memukai solat. Pada saat sujud, Nabi sujudnya sangat lama dan tidak biasanya, maka saya diam-diam mengangkat kepala saya untuk melihat apa gerangan yang terjadi, dan benar saja, saya melihat cucu nabi sedang menunggangi belakang nabi yang sedang bersujud, setelah melihat kejadian itu saya kembali sujud bersama makmum lainnya. Ketika selesai solat, orang-orang sibuk bertanya,
“Wahai Rasulullah, baginda sujud sangat lama sekali tadi, sehingga kami sempat mengira telah terjadi apa-apa atau baginda sedang menerima wahyu.” Rasulullah menjawab, “Tidak, tidak, tidak terjadi apa-apa, cuma tadi cucuku mengendaraiku, dan saya tidak mau memburu-burunya sampai dia menyelesaikan mainnya dengan sendirinya”. (H.R. Nasa’i dan Hakim)
2. Abdullah Bin Buraidah meriwayatkan dari ayahandanya: Rasulullah sedang berkhutbah -di mimbar masjid- lalu -kedua cucunya- Hasan dan Husein datang -bermain-main ke masjid- dengan menggunakan kemeja kembar merah dan berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun- karena memang masih bayi-, lalu Rasulullah turun dari mimbar masjid dan mengambil kedua cucunya itu dan membawanya naik ke mimbar kembali, lalu Rasulullah berkata, “Maha Benar Allah, bahwa harta dan anak-anak itu adalah fitnah, kalau sudah melihat kedua cucuku ini aku tidak bisa sabar.” Lalu Rasulullah kembali melanjutkan khutbahnya. (H.R Abu Daud)
3. Dalam Hadis lain diceritakan, bahwa Rasulullah solat, dan bila beliau sujud maka Hasan dan Husein bermain menaiki belakang Rasulullah. Lalu, jika ada sahabat-sahabat yang ingin melarang Hasan-Husein maka Rasulullah memberi isyarat untuk membiarkannya, dan apabila setelah selesai solat rasulullah memangku kedua cucunya itu. (H.R. Ibnu Khuzaimah)
4. Abu Qatadah ra. mengatakan: “Saya melihat Rasulullah saw memikul cucu perempuannya yang bernama Umamah putrinya Zainab di pundaknya, apabila beliau solat maka pada saat rukuk Rasulullah meletakkan Umamah di lantai dan apabila sudah kembali berdiri dari sujud maka Rasulullah kembali memikul Umamah.” (H.R. Bukhari Dan Muslim)
6. Dalam hadis yang lain Rasulullah berkata, “Kalau sedang solat, terkadang saya ingin solatnya agak panjangan, tapi kalau sudah mendengarkan tangis anak kecil -yang dibawa ibunya ke masjid- maka sayapun menyingkat solat saya, karena saya tau betapa ibunya tidak enak hati dengan tangisan anaknya itu.” (H.R. Bukhari Dan Muslim)
7. Anas meriwayatkan, “Pernah Rasulullah solat, lalu beliau mendengar tangis bayi yang dibawa serta ibunya solat ke masjid, maka Rasulullah pun mempersingkat solatnya dengan hanya membaca surat ringan atau surat pendek.” (H.R. Muslim)
8. Pada hadis lain diriwayatkan bahwa Nabi memendekkan bacaannya pada saat solat subuh (dimana biasanya selalu panjang), lalu sahabat bertanya: Ya Raslullah mengapa solat kali ini singkat, tidak seperti biasanya? Rasulullah menjawab, “Saya mendengar suara tangis bayi, saya kira ibunya ikutan solat bersama kita, saya kasihan dengan ibunya.” (H.R. Ahmad)
9. Sahabat Nabi Yang Bernama Rabi’ menceritakan bahwa pada suatu pagi hari Asyura Rasululah mengirim pesan ke kampung-kampung sekitar kota Madinah, yang bunyinya “barang siapa yang sudah memulai puasa dari pagi tadi maka silahkan untuk menyelesaikan puasanya, dan bagi yang tidak puasa juga silahkan terus berbuka”. Sejak saat itu kami senantiasa terus berpuasa pada hari Asyura, begitu juga anak-anak kecil kami banyak yang ikutan berpuasa dengan kehendak Allah, dan kami pun ke masjid bersama anak-anak. Di masjid kami menyiapkan mainan khusus buat anak-anak yang terbuat dari wool. Kalau ada dari anak-anak itu yang tidak kuat berpuasa dan menangis minta makan maka kamipun memberi makanan bukaan untuknya.”
Demikianlah betapa Rasulullah dan para sahabat memanjakan anak-anak di masjid meski lumayan seru karena yang namanya anak-anak pasti akan menimbulkan berbagai gangguan keributan dan tangisan yang menyebabkan solat atau ibadah jadi terganggu.
Namun, ada saja oknum pengurus masjid yang tetap ngotot ingin mengusir anak-anak dan menjauhkan mereka dari masjid dengan berdalil kepada hadis lemah yang berbunyi:
“Jauhkan masjid anda dari anak-anak dan orang gila”
“Hadis diatas lemah dan tidak jelas asalnya dari mana, sehingga tidak bisa dijadikan dalil”. Begitu kata para ulama Hadis, seperti Al-Bazzar dan Abdul Haq Al-Asybili. Sebagaimana Ahli Hadis Imam Al-Hafiz Ibnu Hajar dan Ibnu Al-Jauzi dan Al-Munziri dan Haitsami dan ulama-ulama lain juga melemahkan hadis tersebut. Banyak kalangan awam yang mengira bahwa hadis tersebut benar diriwayatkan dari Rasulullah sehingga membuat mereka senang benar mengusir anak-anak dari masjid dan sangat tidak suka kalau melihat anak-anak bermain di masjid. Ini adalah sikap dan tindakan yang sangat salah dan tidak benar.
Yang benar adalah Islam sangat peduli dengan anak-anak, dan memerintahkan para ayah dan orang tua kerabat yang bertanggungjawab pada anak-anak untuk menyuruh anak-anaknya solat sejak umur 7 tahun. Dan tempat yang benar dalam mengajarkan anak-anak solat dan membaca Al-Quran dan hukum-hukum tajwid dan materi-materi keislaman lainnya, adalah Masjid.
Seperti itu petunjuk dan pedoman yang diajarkan Rasulullah pada ummatnya terkait interaksi kita kepada anak-anak di masjid. Sehingga siapapun tidak boleh mengusir anak-anak dari masjid, sebab mereka adalah pemuda-pemuda harapan masa depan.
Allah memerintahkan kita agar meneladani Rasulullah pada segala hal, baik terkait urusan dunia maupun akhirat, sehingga sudah selayaknyalah kita mengikuti dan meladani Rasulullah dalam membiasakan anak-anak kita untuk mendatangi masjid dan bermain di masjid, serta tidak membiarkan mereka ngumpul-ngumpul tidak jelas di ujung gang atau jalan yang hanya akan menyebabkan akhlak mereka menjadi buruk karena pengaruh lingkungan dan teman-teman mereka yang tidak sehat.
Dan andainya pun sebahagian anak-anak yang datang ke masjid sering menjadi gangguan bagi orang-orang yang sedang solat, baik karena suara tangisan mereka, jeritan dan lengkingan suara, namun jamaah masjid tidak boleh meresponnya dengan kasar atau memarah-marahi anak-anak tersebut atau orang tua anak-anak, yang hanya akan menambah-menambah keributan baru saja. Serahkan hal itu kepada para pengurus masjid atau remaja masjid untuk menyelesaikan masalah anak-anak tersebut dengan bijak dan baik seperti metode yang dilakukan oleh Rasulullah.
Dan yang perlu diingat dan dicatat dan diamalkan adalah sikap lemah lembut dalam menyelesaikan masalah anak-anak di masjid.
Rasulullah pernah bersabda, “Segalanya sesuatu yang dibarengi dengan kelembutan niscaya akan membuatnya menjadi lebih cantik dan indah. Jika kelembutan terenggut, segalannya akan menjadi rusak dan jelek.” (H.R. Muslim)
Rasulullah adalah teladan terbaik bagi kita. Pernah terjadi seorang arab badui masuk ke dapam masjid nabawi, lalu si badui buang air kecil di dalam masjid itu. Melihat si badui pipis di masjid maka para sahabat nabi ngamuk. Menanggapi hal ini Nabi pun menyelesaikannya dengan bijak dan lembut dan berkata, “Biarkanlah badui itu, nanti jika pipisnya sudah selesai mohon cuci dan siram kencingnya itu dengan air. Kalian -umat islam- ini diutus bukan untuk bikin repot, melainkan untuk mempermudah.” (H.R. Bukhari Dan Muslim)
Kesimpulannya, Islam melarang mengusir anak-anak keluar masjid, melainkan Islam mewajibkan umatnya membiasakan anak-anak datang ke masjid untuk belajar solat, belajar membaca Al-Quran, belajar tajwid dan belajar hukum syariat lainnya. [Translate: Kivlein Muhammad]