Mewujudkan Makna dan Hakikat Isra Mikraj dalam Aktivitas Sehari-hari
![](https://assajidin.com/wp-content/uploads/2020/03/isra-miraj1.jpg)
Perjalanan Isra’ Nabi Muhammad S.A.W adalah perjalanan beliau menjalankan perintah Allah yaitu perintah mengikuti agama Nabi Ibrahim A.S yang lurus yaitu Al-Qur’an
ASSAJIDIN.COM –Bulan Rajab adalah bulan dimana Nabi Muhammad S.A.W melakukan perjalanan Isra’ dan Miraj. Isra’ adalah perjalanan seorang Hamba Allah di malam hari dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha.
Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan seorang Hamba Allah menghadap kehadirat Tuhannya atau yang dikenal dengan “menuju sidratul muntaha”.
Konsep Isra’ terdapat di dalam Surat Al-Isra’ ayat 1
Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha selain berarti syariat juga mempunyai arti hakikat, Masjidil Haram berarti tempat ketundukan yang mulia yaitu kalbu yang bersih (qalbun salim).
Sedangkan Masjidil Aqsha adalah tempat ketundukan tertinggi yang dilambangkan dengan langit ketujuh yaitu “maqom Ibrahim”. Maqom Ibrahim artinya kedudukan Ibrahim yaitu sebagai Imam seluruh umat manusia,
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”. (Q.S Al-Baqarah:124)
Do’a Ibrahim untuk seluruh anak cucunya hanya akan mengenai orang-orang yang baik dan tidak dzalim. Khusus untuk Isra’ dengan syarat mencapai tingkat perbuatan baik yang sebanding.
Demikian yang telah diceritakan Allah di dalam Al-Quran Surat Ath-Thur Ayat 21:
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”.
Perbuatan baik Nabi Muhammad S.A.W saat itu mencapai perbuatan baik Nabi Ibrahim A.S, demikian yang dikabarkan Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 68:
“Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman”.
Perjalanan Isra’ Nabi Muhammad S.A.W adalah perjalanan beliau menjalankan perintah Allah yaitu perintah mengikuti agama Nabi Ibrahim A.S yang lurus yaitu Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 161:
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik”.
Mengapa Nabi Muhammad S.A.W harus dipertemukan dengan Nabi Ibrahim A.S? tujuan utamanya adalah untuk belajar agama yang benar, karena agama Nabi Ibrahim sudah banyak diubah oleh sebagian umat Yahudi dan Nasrani, yang kedua-duanya saling berbantah-bantahan mengaku sebagai pengikut agama Ibrahim yang lurus, demikian diceritakan didalam Al-Quran Surat
Ali Imran dari ayat 65-67 yang terjemahannya:
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah-membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui?; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.”
Jadi syarat menjadi muslim yang benar pokok utamanya adalah tidak syirik, itulah agama tauhid. Menyembah Allah Yang Esa tidak berarti hanya berupa pengakuan didalam ucapan saja akan tetapi harus ada kesaksian dari seluruh organ tubuh kita yaitu perbuatan-perbuatan kita jangan sampai keluar dari perintah-perintah Allah.
Seluruh perintah Allah tertuang di dalam Al-quran dan Hadits yang Shahih, seperti tidak merusak bumi, tidak menghina sembahan orang lain, tidak memaksakan agama, tidak curang baik ketika membeli maupun menjual, tidak merugikan hak-hak orang lain, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak merusak, menyantuni fakir miskin, memelihara anak yatim dan banyak lagi yang kesemuanya adalah wajib.
Jangan Ambil Fiqihnya Saja
Banyak di kalangan umat Islam mengambil kewajiban agama hanya dari sisi ritual saja. Wajib ritual hanya sebatas dari ilmu Fiqih, sedangkan agama Islam bukan hanya sebatas ilmu Fiqih.
Islam mengajarkan semuanya, Ilmu Fiqih, Aqidah, Faraid, Akhlaq, Tasawuf, Pemeliharaan Alam, Penanggulangan bencana, dan banyak sekali yang semuanya tertuang didalam Al-Quran dan Hadits yang shahih.
Tapi sangat disayangkan Umat Islam hanya mengambil Fiqihnya saja. Umat Islam semuanya hobby dalam mengerjakan sholat tapi tidak hobby membersihkan lingkungan, membuang sampah di sungai dan fasilitas umum mayoritas dikerjakan orang Islam.
Masjid hanya dijadikan alat pelarian agar dianggap Islam. Padahal bukti bahwa kita Islam, bukanlah di dalam Masjid, akan tetapi di luar masjid.
Di dalam Masjid ada orang baik, tapi juga ada pencuri, koruptor, penipu, penjilat, pencari muka yang kesemuanya pura-pura. Ketika mereka keluar masjid baru tampaklah hakikat mereka, ada yang pelit, kejam, pencuri, penindas, pejabat yang sewenang-wenang, tukang pukul istri dan anak dan lain sebagainya.
Di luar masjid itulah malaikat Rakib dan Atid mencatat perbuatan asli mereka.
“Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka”. (Q.S Az-Aukhruf: 80)
Kemudian mereka menyesal dan celaka dihari kiamat:
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun”. (Q.S Al-Kahfi:49).
Itulah buah perjalanan Isra’ Nabi Muhammad S.A.W, yaitu pelajaran hakikat yang menjelaskan segala perbuatan manusia yang kemudian dilanjutkan dengan Mi’raj yaitu menghadap Allah yang kemudian diperlihatkan kepada beliau surga dan neraka sebagai balasan atas perbuatan-perbuatan manusia tersebut.(*/sumber: artikel H Abdul Haris Lc/tribunsumsel.com)