Sedekah Ruwah Jelang Ramadhan, Sesuai Syariah atau Tidak?
ASSAJIDIN.COM — Sebentar lagi Umat Islam di dunia akan menghadapi Ibadah Bulan Suci Ramadhan, sebuah momentum yang sangat ditunggu-tunggu sebagai bulan pengampunan menuju Hari Raya Idul Fitri.
Dalam Islam, Ramadhan adalah bulan suci yang memiliki banyak keutamaan. Tak heran, lewat Kebesaran dan Keutamaan Ramadhan, umat Islam menyambut dengan cara bergembira dengan mensucikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Bahkan, saat ini pada saat bulan Syaban menuju bulan Ramadhan umat Islam banyak melakukan sedekah ruwah. Pasalnya, Ramadhan tidak semata berlaku untuk orang yang masih hidup, namun juga orang yang sudah meninggal, istilahnya ahli kubur. Ahli kubur yang berada dalam alam barzah ini, “ditolong” oleh keluarganya melalui doa dan sedekah.
Prof Dr Abdullah Idi M Ed mengatakan bahwa meski dalam sunah Nabi Muhammad SAW sedekah Ruwah ini tidak ada namun konsep sedekah Ruwah ini mengandung nilai kebaikan dan pahala.
Hal tersebut sama dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang mesti tak diajarkan oleh Baginda Nabi namun didalamnya terdapat peringatan atau kegiatan menimba ilmu melalui ceramah agama dan diikuti makan-makan baik itu kudapan atau pun makan siang.
“Karena dalam Islam ini kan ada namanya Bid’ah khasanah. Apalagi ada konsep sedekah dan berbagi dalam Sedekah Ruwah,” jelasnya.
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FKIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang menambahkan selama hal ini tak menyimpang dalam Islam masyarakat juga bisa ambil positifnya. Apalagi hal itu juga bukan hanya mendoakan orang atau keluarga yang sudah meninggal dan dibarengi dengan sedekah dan silaturahim terhadap sesama.
Menurutnya, bagi masyarakat yang melaksanakan tidak dilarang dan bagi yang tidak melaksanakan juga tidak diwajibkan.
“Yang kurang tepat itu, melaksanakan sedekah ruwah tapi tidak sholat, gak ikut puasa tapi sholat idul fitri,” jelasnya.
Sementara itu dikatakan Ustaz Umar Said bahwa Sedekah Ruwah berasal dari salah satu kata yakni Ruwah yang artinya arwah. Sehingga dianalogikan bersedekah dan pahalalanya untuk arwah atau orang yang sudah meninggal.
Menurut Ketua Forum Ulama Indonesia (FUI) Sumsel ini mengatakan bahwa sunah sesungguhnya dalam menyambut bulan Suci Ramadhan adalah memperbanyak shodaqoh, banyak mengingat kematian dan mendoakan orang yang sudah meninggal.
“Tapi dalam masyarakat itu kemudian berkembang tentang sedekah ruwah. Sebenarnya yang disyariatkan adalah mendoakan orang yang sudah meninggal. Tapi kalau kemudian dengan tradisi memberi makan ke mana-mana itu tak ada tuntunannya,” jelasnya.
Menurutnya, dalam sedekah itu ada mustahik atau penerimanya sehingga harus tepat sasaran. Dan memberi makan dari rumah ke rumah untuk orang yang sudah meninggal itu kurang tepat kecuali saat sedekah dari rumah ke rumah itu kita meminta doa kepada mereka untuk keluarga yang sudah meninggal.
“Kalau meminta doa itu sah-sah saja. Jadi kalau sedekah mengatasnamakan orang meninggal tidak ada, yang diterima adalah doanya,” jelasnya.
Dirinya menyarankan untuk mengubah dengan cara kolektif yakni dikumpulkan dari sedekah masyarakat kemudian pada saat menjelang Ramadhan dibagikan kepada yang berhak menerima yakni Fuqhorok dan Masakin agar lebih tepat sasaran.
Bisa berupa beras, minyak dan lain-lain. Agar mereka benar-benar siap menyambut bulan Suci Ramadhan.
“Sambil mengucapkan selamat menyambut bulan suci ramadhan. Dan dengan menyantuni bisa membantu mereka dalam menyambut bulan Suci Ramadhan,” pungkasnya. (*/Sumber: assajidingroup/sugi)