Uncategorized

Masyumi Reborn Pemberdayaan Sebuah Kebangkitan Ummat Islam

Penulis : Prof. Dr. Badlihisham Mohd Nasir

Akademi Tamadun Islam Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan (UTM) Johor Malaysia

ASSAJIDIN.COM— Pengumuman Masyumi Reborn dihari ulangtahun ke 70 partai Islam pertama Indonesia itu, pada 7 November 2020 itu menarik banyak pihak memberikan berbagai komentar dan pandangan. Ada yang pesimis dengan menganggap kehadiran partai Islam yang baru ini dilihat sulit bersaing dengan lain-lain partai Islam yang sudah ada. Malahan, ia mungkin hanya akan memecah suara umat Islam serta meluaskan lagi perselisihan di kalangan mereka. Ini akan menguatkan lagi dominasi pemerintahan partai politik sekuler yang bukan dari kelompok Islam. Keberhasilangabungan partai Islam menggunakan kesempatan ledakan refomasi apabila berhasil menghantar Gusdur menjadi Presiden pada Pemilu 1999 hanya akan tinggal kenangan saja.Setelah kepemimpinan Gusdur, tiada lagi sosok pemimpin dari partaiberhaluan Islam yang berhasil berada di kursi Presiden Republik Indonesia.

Apakah Masyumi Reborn akan berhasil memecahkan kebuntuan ini dengan bekalan sejarah masa lalunya sebagai sebuah gabungan partai Islam yang berhasilmenyatukan umat Islam yang berbeda khususnya di antara Kaum Muda dan Tua pada awal kemerdekaan itu. Apakah keberhasilan mereka bangkit dengan kepimpinan para ulama yang telah membariskan beberapa nama besar seperti Pak Natsir dan Buya Hamka itu masih berpotensi untuk pemugaran sebuah kebangkitan yang mengembalikan Indonesia ke jalur Islam semula.

Mungkin kelahiran semula partai baru ini sulit menyaingi partai-partai lain yang sudah mempunyai pengikutnya sendiri. Juga agak sulituntuk menawarkan sesuatu yang lain khususnya dalam menghadapi wabah Covids 19. Namun, pengalaman Masyumi ketika memayungi seluruh pergerakan Islam di bawah satu perjuangan partai bernuansakan Islam selama 15 tahun sebelum dibubarkan oleh Orde Lama Sukarno pada 1960 perlu diberikan perhatian. Kekuatan historis yang legendaris khususnya dalam menyatukan umat Islam di bawa satu force bukanlah suatu kenangan sentimental yang mulus untuk retorika politik kosong seperti yang dinilai oleh pengkritik terhadap Masyumi baru ini.
Pengalaman pahit justeru berlakunya perpecahan gerakan Islam di awal kemerdekaan Indonesia adalah suatu kenyataan yang perlu ditangani oleh semua penyokongnya. Pak Natsir yang pernah mengingatkan supaya gerakan Islam bersatu di bawah Partai Islam SeMalaysia (PAS) adalah isyarat jelas tentang hakikat kesatuan fikrah dan amal sebagai suatu asas dalam kebangkitan suara Islam dalam pemerintahan. Ingatan beliau tidak diendahkan oleh tokoh gerakan Islam di Malaysia, antaranya Anwar Ibrahim yang menyeberang menyertai UMNO pada tahun 1980-an atas alasan berdakwah dari dalam.Ia menyebabkan kekuatan gerakan Islam yang turut dibalut dengan aura kebangkitan dakwah ketika itu terpecah belah. Dr Mahathir berhasil menghalang kebangkitan ini dan kemudiannya bertindak pula memecat Anwar atas alasan isu moral pada 1998.

Pak Natsir seperti tidak mau pisang berbuah dua kali seperti yang terjadi kepadapartai Masyumi yang kehilangan mayoritas umat Islam ketikaNahdatul Ulama mengikuti Pemilihan Umum secara sendirian pada Pemilu 1952. Tindakan NU yang setujumenerima NASAKOM anjuran Soekarno menyebabkan pandangan negatif kepada Masyumi sebagai anti nasional semakin meningkat sehingga kemudian diharamkan pada 1960.

Namun begitu, kesatuan yang didirikan di atas dasar yang rapuh oleh Soekarno itu tidak bertahan lama apabila Partai Komunis Indonesia melakukan Kudeta dalam peristiwa G30 PKI 1965. Malah NU sendiri telah dikhianati oleh PKI apabila banyak Kiyainya dibunuh oleh PKI. Ia jelas menunjukkan perpecahan di kalangan pendukung cita-cita perjuangan Islam itu menyebabkan mereka kehilangan peluang menguasai politik negara.

Kegagalan gerakan Islam Indonesia menggunakan peluang dan aura Reformasi 1998 bagi mencapai cita-cita politik Islam kembali memperkuatkan ruang untuk Masyumi beraksi. Dakwah Masyumi baru ini secara asasnya bisa dimulai dengan seruan untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 di mana seluruh kekuatan ummah mula diarahkan bagi meletakkan dasar dan haluan negara di atas ikatan ideologi Pancasila.

Dakwah Masyumi harus jelas memperjuangkan Pancasila di atas semangat ini dan tegas membasmi sebarang percubaan untuk melonggarkannya mengikut fahaman neo-Komunisme atau Liberalisme yang melanda negara. Kebersamaan dalam kesatuan ini akan mengumpulkan kembali dua kekuatan utama yang mewakili Kaum Tua dan Kaum Muda, golongan konservatif atau reformis dan modernis seperti yang pernah dilakukan oleh pergerakan Masyumi dahulu.

Pokoknya Masyumi harus dapat memainkan peranannya sebagai wadah penyatuan politik dan dakwah bagi umat Islam di Indonesia. Bagaimana Masyumi dapat berperanan perlu dipandu oleh gagasan penyatuan ini. Jika tidak, Masyumi akan hanya menambahkan koleksi partai-partai Islam yang ada tetapi gagal menyumbang kepada kebangkitan sebuah kekuatan politik Islam terkini. Masyumi mungkin boleh melihat isu ini secara praktis melalui refleksi kritis kepada perjuangan partai Ummah yang diketuai oleh Amien Rais. Pendekatan Masyumi terhadap wadah ini adalah dalam rangka ke arah penyatuan keseluruhan gerakan dan ummat Islamyang dalam kondisi terpecah belah di Indonesia.

Sebagai refleksi,ketokohan Amien Rais sebagai seorang penggerak reformasi perlu dilanjutkan oleh sosok pemimpin ummah yang boleh melintasi semua fraksi Gerakan Islam. Di Malaysia, kehebatan Anwar Ibrahim yang pernah mengetuai reformasi era 1990-an mulai pudar. Harapan beliau untuk muncul sebagai Perdana Menteri yang mewakili aspirasi Gerakan Islam sebagaimana yang dikehendaki di era kebangkitan dakwah era 1970-an dahulu semakin pudar. Dukungan beliau kepada golongan sosialis dan liberal dalam usaha menguasai kepemimpinan negara yang dituduh korupsi telahmenyebabkan beliau kehilangan dukungan dari umat Islam.

Lihat Juga :  Peta Kekuatan Kabupaten/Kota di Ajang STQ XXVI

Kekosongan kepemimpinan seperti ini pastisaja berlaku di Indonesia. Yusuf Kalla, mantan Wakil Presiden menyatakan baru-baru ini bahwa fenomena kebangkitan Habib Rizieq sekembalinya beliau dari pengasingannya di Arab Saudi berlaku justeru ketiadaan pemimpin massa untuk memimpin negara itu. Ketokohan Jokowi sebagai pemimpin marhain dalam pasca reformasi Indonesia mula dicermati dengan kegagalan beliau menghadapi tantangan ekonomi negara itu. Sikap beliau yang terbuka kepada demokrasi itu digunakan oleh golongan pro-komunis dan liberal memburukkan lagi keadaan.
Istilah HABAG pastinya tidak diketahui langsung di negara Malaysia namun ia diperkirakan sebagai hal yang wajar bagi masyarakat Indonesia yang sering memberikan singkatan kepada gabungan nama-nama yang panjang. Contohnya Sumatera Barat disingkat menjadi SUMBAR manakala Sumatera Utara pula menjadi SUMUT. Penulis mencoba menekuni perkembangan terkini di negara para Kiyai itu dengan mengajukan HABAG iaitu singkatan daritiga nama besar iaitu Habib Rizieq Syihab, Anes Baswedan dan Gatot Nrumantyo yang menarik perhatian banyak pihak di negara itu baru-baru ini.

Paling fenomenal ialah nama Habib Rizieq Syihab yang mendapat sambutan hangat kepada beliau di lapangan terbang Soekarno-Hatta baru-baru ini setelah berada lebih dari 3 tahun di Arab Saudi. Beliau mungkin tidak begitu dikenali di sini walaupun pernah menyambung pendidikan tinggi di Universiti Malaya (UM) dan Universiti Sains Malaysia (USIM).

Menyusul kepulangan beliau ialah kunjungan yang diberikan oleh Anes Baswedan, Gubernur Jakarta yang pro Islam dari kalangan ahli ekonomi. Kunjungan beliau diikuti oleh Probowo Subianto, Menteri Pertahanan Indonesia yang sebelumnya menentang Jokowi dalam perebutan jabatan Presiden Indonesia pada Pilihan Umum (Pemilu) yang lalu.

Kegemparan kunjungan dua tokoh yang sedang berkuasa itu ditambah lagi dengan ketidak bersediaan mantan Jenderal TNI, Gatot Nurmantyo untuk menerima anugerah kenegaraan dari Presiden Jokowi di Istana Negara. Ia ditafsirkan sebagai protes dari Gatot terhadap dasar dan pendekatan pemerintahan Jokowi. Suasana semkin gawat apabila ada anggota tentara TNI yang diambil tindakan karena melahirkan sambutan terhadap kepulangan tokoh yang terpaksa berlindung di tanah suci itu.

Menurut Rocky Gerung, secara psikis kepulangan Habib yang disambut oleh lebih dari enam juta manusia itu telah menenggelamkan isu fitnah dan tuduhan chat mesum dan penghinaannya terhadap lambang negara. Apalagi ketika dua orang tokoh politik turut hadir menyambutnya, lalu ditambah lagi dengan tingkah yang ditimbulkan oleh Gatot. Ia merupakan kemenangan dalam membina persepsi positif sekaligus kepada mereka bertiga iaitu Habib, Anis dan Gatot (HABAG). Banyak yang melihat ini merupakan suatu kebangkitan ideal yang menandakan sirnanya popularitas Presiden Jokowi yang semakin turunakibat masalah ekonomi dan penularan pandemi Covids 19.

Oleh itu tidak heranlah kenapa kepulangan Habib dikatakan dihalangi melalui berbagai cara yang melibatkan isu teknikal dan sebagainya. Akaun FB dan IG juga telah disekat dari menyiarkan postingan terkait komen dan ucapan terhadap kepulangan Habib. Sebelum ini, forum yang membincangkannya diawasi agar tidak melibatkan isu ini, antaranya ialah pembatalan penyiaran rancangan tv popular Indonesia Lawyers Club(ILC) yang dikendalikan oleh Karni Elias. Program walaupun turut menampilkan wakil pemerintah tetapi sering menampilkankritikan tajam dari pengamat politik, sarjana dan ulama khususnya yang ditujukan kepada Presiden Jokowi dan mereka yang menyokongnya.

Apakah kekuatan yang ada kepada tiga-tiga tokoh ini? Bagaimana mereka bertiga dapat memberi pengaruh kebangkitan yang mampu mengubah kemelut di negara itu. Sebaliknya, apakah pula langkah dan tindakan Presiden Jokowi serta penyokong setianya dalam menangani kebangkitan baru ini?.

Habib Rizieq yang mengetuai Front Pembela Islam (FPI) menjadi begitu menonjol bila menjadi tokoh utama dalam Aksi 212 pada 2 Disember 2016 yang menuntut hukuman dikenakan ke atas Ahok yang menghina Islam ketika menyampaikan opini terhadap ayat 51 surah al-Maidah. Demontrasi massa yang mencapai 2 juta orang itu menyentak kerajaan pimpinan Presiden Jokowi yang dilihat begitu lunak terhadap kumpulan Islam Liberal, Syiah, Ahmadiah dan penyokong Komunis dalam PDI-Perjuangan.Beliau muncul sebagai tokoh massa yang konsisten membela penistaan terhadap Islam khususnya bila mendapat dukungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengangkatnya sebagai Ketua Dewan Pembina Pengawal Fatwa Ulama.

Gerakan ini seterusnya menjadi gelombang politik Islam dalam Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) pada 2017 dan berhasilmenjatuhkan Ahok serta mengantikannya dengan gabungan Anies dan Sandi sebagai Gubernur baru Jakarta. Namun peran Habib Riziq untuk meneruskan kebangkitan terhenti apabila beliau terpaksa terbang ke Arab Saudi bagi mengelakkan pendakwaan terhadap kasus yang didakwanya sengaja diciptakan bagi membunuh karakter beliau sebagai pemimpin Gerakan Islam khususnya di jalur Nahy Munkar. Seperti biasa, kasus-kasus moral merupakan faktor yang ampuh bisa merusak cita-cita tinggi seorang tokoh seperti Habib Riziq Syihab yang berlatarbelakang keturunan yang baik.

Berbeda dengan Habib Rizieq, Anes Baswedan bukanlah sosok agresif yang menempuh jalur keras. Sesuai dengan latarbelakangnya sebagai seorang professional di jurusan ekonomi, Anes mengambil pendekatan lunak sehingga pernah mendokong Jokowi sebelum diangkat menjadi Gabenor Jakarta. Bahkan pernah menjadi Menjadi Menteri Pendidikan di zaman awal kekuasaan Jokowi, sebelum kemudian keluar dan memisahkan diri menjadi oposisi.

Lihat Juga :  H Yerry Taswin Jabat Kepala Kemenag Palembang

Namun kehadiran beliau menyambut Habib Rizieq memicu ketegangan dengan pihak berkuasa Pusat. Beliau bahkan dipanggil polisi justeru ketidakpatuhan beliau kepadasocial distancing walaupun beliau telah memerintahkan Habib Rizieq membayar denda karena mengadakan Majelis Mawlid sekaligus pernikahan anaknya di Petambunan. Anies nampaknya mendapat dukungan kuat apabila rakyat kemudian mempertanyakan sikap tidak adil pemerintahan Jokowi terhadap lawan politiknya. Manakala anak beliau sendiri Gibran yang juga dilihat melanggar peraturan itu dalam Pemilihan Umum Daerah (Pilkada) tidak ditindak.

Serangan terhadap Anies mungkin luntur justeru massa mula mempersoalkan tindakan Jokowi dalam melaksanakan keadilan untuk semua rakyatnya. Anes dilihat lebih berwibawa dalam mendepani wabak covids berbanding Jokowi. Idea melaksanakan Lockdown terlebih dahulu dari Jokowi memperlihatkan beliau lebih prihatin terhadap isu keselamatan rakyatnya berbanding Presiden Jokowi yang lebih mementingkan soal ekonomi. Sebarang tindakan undang-undang jikapun dikenakan kepada beliau hanya akan mengundang simpati massa terhadap sosok Gabenor yang berperawakan tenang itu.
GatotNurmantyo muncul sebagai seorang yang tidak tunduk kepada mana-mana kelompok justeru menjadi pegangan yang dimilikinya. Sebagai seorang pegawai tinggi tentara, beliau mewajibkan anggota tentara Indonesia menonton filem G30 PKI. Beliau tegas untuk mematikan usaha menghidupkan semula ideologi komunis khususnya oleh penyokong PDIP yang merupakan penunjang dukungan kepada Presiden Jokowi. Sikap profesional beliau kepada tradisi pelantikan Panglima TNI dibuktikannya apabila beliau dikatakan merobek surat pelantikan terhadap dirinya sendiri dari Presiden Jokowi justeru berpendapat bahwa hak itu sepatutnya diberikan kepada ketua dari Angkatan lain. Walaupun beliau menerimanya, ketegasannya terhadap penularan ancaman komunis itu didakwa menyebabkan beliau terpaksa digantikan pada tahun 2017, setahun sebelum habis masa pensiunnya.

Kehadiran beliau dalam demontrasi Aksi 212 mempertahankan Islam dari penghinaan Ahok memberi isyarat bahaya kepada berbagai pihak yang mau menggugat Islam sebagai pegangan utuh bangsa Indonesia.Sikap Gatot yang terus kritis terhadap kebijakan Jokowi yang menambah hutang negara hinggalah kepada ketidakhadirannya menerima anugerah Mahaputera di istana Presiden baru-baru ini jelas menawarkan pilihan kuat yang lain kepada rakyat Indonesia meskipun pemilihan Presiden hanya akan berlangsung pada 2024. Beliau bisameneruskan persiapan ke arah itu antara lain dengan mengandakan aktifitas politik seperti yang pernah dilakukannya dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia sebelum ini.

Jelas dari gabungan ketiga-tiga figur itu sebenarnya secara tidak langsung mewakili kekuatan tiga poros utama di Indonesia saat ini iaitu ulama (Islam), nasionalis (moderat) dan tentara.Sebagai tokoh ulama, Habib Rizieq Syihab berpotensimerintis jalan penyatuan di antara partai-partai Islam. Kelahiran semula partai Masyumi boleh dimobilisasi menjadi wadah penyatuan ummat khususnya kelompok Islam seperti Nahdatul Ulama dan Muhammadyah.Bahkan tidak mustahil jika beliau mampu menjadi calon Presiden yang berpotensi jika berhasil mengendurkan imejnya radikal serta menghapus kasus yang mencemarkan moralnya selama ini.

Anies Baswedan yang mewarisi darah pejuang kemerdekaan kakeknya Abdulrahman Baswedanberpotensi megumpulkan dukungan nasionalis. Dokongan partai Geriendradan Partai Keadilan Sejahtera untuk duduk di kursi Gubernur Jakarta pada 2017 telah menjelaskan sosok yang didukung oleh para nasionalis dan golongan muda yang berpendidikan.Di samping dukungan kelompok Islam kepada Anies untuk menjadi jabatan itu, Anies sebenarnya telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin masa depan. Ini jelasdari sejarahnya yang berhasil menjadi Rektor Universitas Paramadina ketika masih berusia 38 tahun (2007) serta menjawat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada 2014.

Gatot adalah galang ganti kepada kelangsungan pengaruh tentara Indonesia sejak Suharto. Pensiunnya beliau dari TNI memudahkan lagi peranan beliau dalam politik tanpa terikat dengan peraturan ketentaraan. Dukungan tentarasecara tradisi menjurus kepada mempertahankan Pancasila tidak terlepas dari tafsiran mempertahankan Islam dan nasionalis kanan di Indonesia. Ini menguatkan lagi kebangkitan baru yang memerlukan penyertaan pegawai tertinggi tentara seperti yang diteruskan oleh Sosilo Bambang Yudhoyono dan Probowo Subianto.

Saluran undang-undang adalah kaedah cepat yang boleh diambil oleh Presiden Jokowi dan mereka yang menentang kebangkitan HABAG. Tindakan undang-undang terhadap mereka justeru tidak mematuhi peraturansocial distancing ke atas Habib Rizieq dan Anies baru-baru ini perlu diperhalusi agar tidak mengundang simpati massa kepada keduanya. Ia boleh dilihat lebih kepada tindakan bermotifkan politik berbanding usaha penegakan hukum yang jujur dan adil.

Presiden Jokowi harus terlebih dahulu dilihat tegas menguatkuasakan tindakan terhadap mereka yang menghina Islam dan ulama khusunya di kalangan pendukungnya sendiri. Jokowi boleh memudarkan revolusi akhlaq pimpinan Habib Rizieq jika dapat mengambil tindakan terhadap anaknya Gibran itu sendiri. Justeru mudahlah jika tindakan ke atas Habib di atas isu moral diambil, serta tindakan memenjarakan Anies atas kesalahan sosial distancing diteruskan.

HABAG mungkin bukanlah suatu gabungan ideal sepertimana yang pernah diimpikan oleh Sukarno ketika mendirikan gabungan Nasionalis Agama dan Komunis dahulu dibawah singkatan keramat NASAKOM. Ide yang dilihat begitu berpengaruh ketika berhadapan dengan imperialisme Barat satu ketika itu runtuh karena perbedaan ideologi yang sangat jelas. HABAG boleh belajar memprediksi dirinya sendiri dari sudut ini. Pastinya Jokowi sangat sedar akan kenyataan ini.(*)

 

 

Back to top button