SYARIAH

One Day One Ayat: QS Fathir Ayat 28: Makna dan Arti Ulama yang Takut kepada Allah

ASSAJIDIN.COM — Tafsir QS Fathir Ayat 28

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالأنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak dan bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut pada-Nya, hanyalah ulama. Sungguh Allah maha perkasa, maha pengampun.[1]

Kata ‘ulama’ (عُلَمَاء) adalah bentuk jama’ dari kata ‘ālim (عَالِم) yang mana kata tersebut terambil dari akar kata yang berarti mengetahui dengan jelas dan menurut Quraish Shihab semua kata yang terbentuk dari ‘ain, lam, mim selalu menunjukkan pada kejelasan, menurutnya banyak pakar agama yang memahami kata tersebut dengan orang mendalami ilmu agama.[2]

Lebih jelasnya sebagaimana yang ditulis oleh Quraish Shihab dengan mengutip pendapat Ibn Ashur yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang yang mengetahui tentang Allah dan syariat. Jadi kadar pengetahuan mereka tentang hal itu dapat menjadi tolok ukur kadar ketakutan mereka pada Allah, karena orang yang mendalam pengetahuannya tentang ilmu agama maka tidak samar baginya hakikat-hakikat keagamaan. Sehingga ia akan selalu memperhatikan dan mempertimbangkan dampak dan buruk dari hal-hal yang ia kerjakan serta akan mengerjakan atau meninggalkan pekerjaan yang dikehendaki oleh Allah.[3]adapun orang yang tidak takut pada Allah swt, berarti dia tidak mengetahui dan tidak mengenalnya-Nya[4]

Pengetahuan akan Allah dapat kita rasakan dengan mengamati alam semesta ini, sebagaimana yang disebutkan dalam redaksi sebelumnya dalam ayat yang sama yang artinya dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak dan bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Yang mana redaksi dari ayat ini mengisyaratkan adanya keragaman warna dari hewan, tumbuhan dan makhluk hidup lainnya merupakan kekuasaan Allah, dan dari adanya perbedaan tersebut seorang yang terbuka hati dan fikirannya akan mengetahui bahwasanya dari itu semua terdapat dzat yang menciptakannya dan pada akhirnya hal tersebut dapat menjadi suatu yang menyebabkan ia mengenali kekuasaan Allah dan takut pada-Nya.

Lihat Juga :  Dahsyatnya Doa Setelah Tasyahud Akhir Saat Shalat

Said bin jubair berkata, “ rasa takut adalah suatu yang menghalangi antara kamu dan tindakan kemaksiatan kepada Allah swt.”[5] Oleh karenanya Ibn Mas’ud berkata: “seorang dikatakan ‘alim bukan karna ia banyak hafal hadis, akan tetapi ‘alim sejati adalah orang yang selalu takut pada Allah” senada dengan perkataan tersebut Imam Malik berkata : “ilmu bukanlah karena banyak menghafal riwayat hadis, akan tetapi ilmu adalah cahaya yang dinyalakan tuhan dalam hati.[6]

Lebih lanjut Sufyan al-Thauri, membagi kategori ulama menjadi tiga macam, yaitu:[7]

Ulama yang mengenal Allah dan mengenal perintah Allah, yakni yang mengenal Allah serta mengetahui batas-batas perintah dan larangan dari-Nya
Ulama yang mengenal Allah tapi tidak mengenal perintah Allah, yakni yang takut pada Allah namun tidak mengerjakan apa-apa yang diperintah Allah karena tidak tau.

Ulama yang mengenal perintah Allah tapi tidak mengenal Allah, yakni yang sangat tau akan hal-hal yang diperintah dan dilarang Allah tapi tidak memiliki rasa takut pada-Nya.

Melihat realitas yang ada pada zaman sekarang, maka kategori ketiga inilah yang penulis rasa sangat sesuai dengan keadaan saat ini, yang mana banyak orang yang mengaku alim atau mendalam ilmu agamanya namun rasa takutnya pada Allah swt sangatlah minim, sehingga cahaya ilmu atau pengetahuannya dicabut oleh Allah swt, dan pengetahuannya akan halal haram hanyalah hiasan belaka bahkan banyak dari mereka yang memanfaatkanya sebagai perantara mencari kesenangan dunia.

Lihat Juga :  One Day One Ayat: QS An-Najm 43, Dan Allahlah yang Menjadikan Tertawa dan Menangis

Oleh karena itu sangatlah jelas disini bahwasanya ulama bukan hanya orang yang sering memakai surban dan jubah dan mengaku memiliki pengetahuan agama yang luas padahal ilmunya sangatlah terbatas, sejalan dengan hal itu menarik untuk penulis kutip sebuah sya’ir yang dibuat oleh syaikh Muhammad Abduh ketika mendekati ajalnya:[8]

وَلَسْتُ أُبَالِيْ أَنْ يُقَالَ مُحَمَّدٌ * أَبَلَّ أم اقْتَطَفَتْ عَلَيْهِ الْمَأتِمُ

وَلَكِنَّهُ دِيْنٌ أَرَدْتُ صَلَاحَهُ * أحَاذِرُ أنْ تَقْضِيْ عَلَيْهِ العَمَائِمِ

Aku tidak peduli jika ada orang yang berakata *

Muhammad telah sembuh atau telah dipenuhi kerumunan orang

Namun keiginanku hanyalah kebaikan untuk agama ini *

Aku peringatkan agar agama ini tidak dirusak karna pengaruh surban

Melalui syair ini Abduh ini memberikan sebuah himbauan untuk mewaspadai orang-orang mengaku atau bahkan dianggap ulama sedangkan ia memiliki pengetahuan yang sangat terbatas tentang ilmu agama sehingga banyak dari mereka yang menghalalkan suatu yang haram dan mengharamkan suatu yang halal, membid’ahkan suatu yang sunnah bahkan mengkafirkan seorang yang tidak sesuai dengan pemikirannya. Padahal Nabi Muhammad saw, bersabda “ulama adalah pewaris para nabi” oleh karena itu orang-orang yang seperti disebutkan diatas tidaklah pantas untuk menyandang gelar pewaris para nabi. Wallāhu a’lamu bi ṣawāb. (*/Sumber: nu.or.id/Khoirul Anas, Mahasiswa S2 UIN Sunan Ampel Surabaya Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir dan Staf Pengajar di Ma’had aly Nurul Jadid)

 

Back to top button