Uncategorized

Kisah Mahasiswi UIN Raden Fatah Terus Istiqomah Berniqab, dari Dituduh Aliran Sesat hingga Dijauhi Teman

 

ASSAJIDIN.COM — Hidayah kapan saja bisa datang, kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Manusia hanya bisa berharap dan berupaya meraihnya.

Ini jugalah yang dialami Sarminawati, mahasiswi Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang tahun 2016 yang hari-harinya sekarang menikmati kehidupan Islamnya yang penuh dengan ketentraman di hati setelah berniqab (bercadar)

Mahasiwi jurusan Manajemen Dakwah ini, lahir di Tawang Rejo 07 April 1998, hidup di dalam keluarga Islam namun dapat dikatakan Islam KTP saja, walau Islam namun jauh dari lingkungan agama Islam. Terdidik dari keluarga yang keras, jika salah dapat dimarahi mati-matian namun dalam perkara agama jauh.

Mengenyam pendidikan hanya berasal dari sekolah-sekolah umum, sejak SD, SMP hingga SMA. tak pernah menyentuh pendidikan Islam, sehingga yang dilakukan sholat ya sholat, puasa ya puasa, zakat ya zakat dan yang semisal. Kerudung pun hendak di pakai di sekolah hanya pada bulan Ramadhan dan tak jauh beda saat diirumah memakai nya jika ada acara-acara tertentu saja.

Namun, ternyata hidayah tak ada yg tahu. Alhamdulillah, Allah memberikan sinyal-sinyal hidayah semenjak menduduki bangku SMA. Dimana saat itu rata-rata muridnya pakai kerudung. Walaupun ada yg tidak, karena faktor agama. Namun saat itu, belum mantap akan datangnya sinyal hidayah sampai pada akhirnya masuk semester 2 kelas 10.

Sinyal hidayah semakin kuat, Allah kenalkan dengan orang-orang yang baik. Memang pada saat itu, mode/tren hijab tidak se familiar sekarang, dulu kalau orang pakai kerudung dianggap sebagai orang-orang pondok, atau dari keluarga yang kuat agamanya.

Saat itu ia mendapatkan segelintir teman-teman wanita yang kerudung nya agak lebar dan tebal. Dari situ ia tertarik karena merasa aneh, oh ternyata ada kerudung sekolah yang lebar dan tebal. Ternyata mereka adalah anak-anak rohis di sekolah, keinginan untuk ikut gabung ke rohis semakin besar, saat sepulang sekolah, dirumah mulai ngotak ngatik gimana kerudung segi 4 itu bisa tebal dan lebar.'” Hasil percobaan pertama berhasil, cuman agak risih karena ngerasa panas dan agak ribet, karena mesti harus double kerudung segi empat”. Katanya

Memasuki kelas 11 SMA ia mulai mendaftar untuk gabung di rohis, Alhamdulillah lolos. Pada saat itulah, Allah kumpulkan dia dengan orang-orang baik, yang kalau salah ditegur, selalu dingingatkan dalam kebaikan, Maa syaa Allah. Semenjak rutin mengikuti kegiatannya, membuatnya semakin cinta dengan pakaian yang dikenakannya saat itu. Kerudung mulai panjang, baju longgar, plus kaos kaki. “Disitu saya merasakan makna hijrah, sedikit demi sedikit, walaupun kadang masih labil, karena lingkungan rumah, dan masih akrab sama teman-teman yang belum hijrah”ujarnya

Lihat Juga :  Dikukuhkan di Hadapan Jenazah Sang Ayah, Pangeran Fauzan Teteskan Air Mata

Saat pulang sekolah iman down, saat kumpul rohis iman ter charger kembali. Mbak-mbak di rohis saat itu sangat mengayomi, memberikan tauladan yang baik sama adik-adik nya, memberikan motivasi tersendiri untuk selalu meningkatkan level keimanan.

Namun disisi lain, ketika semangat untuk menjadi baik tinggi, ujian mulia berdatangan. Dari keluarga,
tetangga bahkan teman yang dulunya akrab. Orang tua melarang untuk berpakaian syari, disarankan berpakaian ala kadarnya saja saat itu. Kaos kaki disuruh lepas. Tetangga saat itu menuduh ikut aliran apa dan teman-teman mulai menjauh satu persatu. Iman yang mulai istiqomah pun meredup perlahan sedikit demi sedikit.

Masuk kelas 12 SMA masih tergabung dengan Rohis, ia diharuskan untuk menjadi senior yang dapat memberi contoh kepada adik-adik tingkatnya, mengayomi nya, dan sebagainya. Disisi lain sedih, karena perbuatan maksiat belom sepenuhnya saya tinggalkan.

Beriringan dengan itu dia lebih akrab denga sosok wanita muslimah di sosial media, karena sebelumnya pernah bercengkerama namun tidak seakrab dulu, beliau dijadikannya sebagai guru. “Dengan berbagai permasalahan yang ada saya selalu tanyakan dengan beliau” ujarnya.

“Ada dimana disaat beliau memberi saya nasihat, perkataan nya membuat saya benar-benar tertampar. Disitu iman kembali bangkit. Beliau juga pernah mengirimkan barang jauh-jauh dari luar kota untuknya. “Ketika barang itu sampai ditangan, saya buka ternyata isinya kerudung panjang dan lebar, tebal + cadar. Warna putih dan biru langit. Saya ingat betul. Barangnya pun sampai sekarang masih ada” ujarnya.

Menjadikan kerudung paling lebar yang dimilikinya. Dan sesekali ia mencoba memakai cadar di dalam kamar. Ibunya pun khawatir mengenai orang yg memberi hadiah tersebut, ibunya beranggapan itu orang dari aliran nggak jelas ingin mengajak anaknya ke alirannya.

Memasuki ujian nasional. Alhamdulillah lulus walau dengan nilai asli yg kurang memuaskan. Namun ada rasa bangga tersendiri, dimana dia mengerjakan soal tanpa kecurangan. Alhamdulillah semenjak kenal rohis, namanya budaya nyontek itu perlahan hilang, percaya diri dengan hasil sendiri. Dan alhamdulillah masih terasa sampai sekarang di bangku perkuliahan. Maa syaa Allah.

Lihat Juga :  Astagfirullah!! Sudah Sering Diingatkan Ulama, Kakek Pengidap Stroke Masih Nekad Edarkan Narkoba

Alhamdulillah dengan berjalannya waktu, orangtua, saudara kandung mulai perlahan mengikuti langkah hijrah nya. Walau tak sepenuhnya. Ujian berat dari keluarga yang di rasakan hanya diawal-diawal hijrah. Alhamdulillah. Begitu juga teman-teman yang dulu pernah akrab sebelum hijrah, menjadi ujian diawal hijrah. Berat rasanya saat itu mulai menjauhkan diri, karena takut teman lama akan mempengaruhi. Namun ujian yang berat dirasakan sampai saat ini adalah diri sendiri. Benar, perang yg paling berat adalah melawan hawa nafsu diri sendiri. Mungkin orang-orang yang melihat diluar sana, dengan segelintir pertanyaan “Mina bisa istiqomah sampai sekarang gimana?’ aku yg hanya merenung. Sungguh benar, kalaulah Allah tidak menutup aib-aib kita, tak ada yang akan mau berteman dengan kita.

Memasuki dunia perkuliahan, UIN adalah impian. Karena dulu mikirnya kalau di UIN itu orgnya baik-baik semua, alim-alim semua. Ternyata ketika masuk lingkungan perkuliahan ujian hijrah justru semakin kompleks, dari pemikiran, merasa diri paling pintar, campur baur yang tak karuan, dan banyak lainnya. Tapi disisi lain, ia merasa bersyukur. Dari sini Allah kenalkan dengan sosok mbak-mbak yang mengenalkanya dengan kajian (pengajian). Keputusan memakai cadar pun semakin kuat, yang dulunya hanya coba dikamar diam-diam. Searching google tentang wanita bercadar. Kini dia menjadi salah satu wanita yang mengenakan nya. Mungkin kalau dipikir, benar-benar jauh dari pikiran.

Di dunia perkuliahan ia
mulai rutin datang kajian, menemukan ternyata hijrahnya dulu masih banyak kekeliruan. Subhanallah! Ketetapan Allah luar biasa. Allah benar-benar mentakdirkan proses hijrah yang benar-benar bertahap. Mulai tau kalau musik itu haram bagaimanapun bentuknya, terlalu intens berhubungan dengan lawan jenis adalah jebakan syaithan, upload foto dengan dalih dakwah adalah salah, Riba dan segudang ilmu agama lainnya. Kini ia tengah sibuk sebagai mahasiswa dan masih dapat menyempatkan diri mengikuti kajian rutin serta dapat berjualan di online shop. “Siapapun kalian jikalau Allah telah memberikan jangan pernah menyia-nyiakan nya karena masih banyak diluar sana yang tersesat dan juga ketika memutuskan untuk tinggalkan hal yang membuat hijaramu menjadi sulit, baik lingkungan maupun pertemanan” tuturnya.(*)

Kontributor : Berlian Firdaus

Back to top button