Uncategorized

Menerima Upah Tanpa Bekerja Adalah Khianat

Islam Menuntunmu Untuk Bertanggung Jawab

ASSAJIDIN.COM  —  Seorang pegawai yang baik hendaknya adalah mereka yang melaksanakan pekerjaan dengan tekun dan baik, serta mematuhi dan konsisten dengan point-point yang mengatur kelancaran pekerjaan mereka dalam sebuah Lembaga. Baik dari sisi durasi waktunya, tempat kerjanya dan kebiasaan-kebiasaan di lingkungan kerja. Tidak diperkenankan bagi pegawai menyalahi aturan-aturan dalam pekerjaannya karena apabila hal itu terjadi, sama saja berarti mereka telah mengabaikan artii sebuah amanah. .

Allah SWT berfirman dalam QS ; Al Anfal 27 yang artinya,” Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menghianati Allah dan Utusan-Nya, dan jangan pula kalian menghianati amanah-amanah yang dibebankan kepada kalian sedang kalian mengetahui.

As Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah berkata : “ Adapun para pegawai yang tidak melaksanakan pekerjaan dengan amanah atau tidak saling menasihati untuk kebaikan pekerjaan mereka, maka kalian telah mendengar bahwasannya diantara ciri dan sifat iman itu adalah ; melaksanakan amanah, dan memelihara amanah sebagaimana firman Allah  dalam QS: Anisaa 58 ,” Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian agar melaksanakan amanah kepada yang  berhak mendapatkannya.

Dalam keterangan Firman Allah SWT diatas, maka dapat disimpulkan bahwa amanah merupakan sifat dan ciri keimanan yang paling agung dan utama, dan khianat merupakan sifat nifak yang paling utama pula.

Oleh sebab itu, wajib hukumnya bagi seorang pegawai untuk melaksanakan amanah yang dibebankan kepadanya dengan penuh kejujuran, ikhlash, memperhatikan waktu mulai dari jam kerja sampai jam pulang kerja. Senantiasalah memohon pertolongan kepada Allah untuk kelancaran pekerjaannya, sehingga terbebas dari beban tanggungan pekerjaannya, mendapatkan kebaikan dalam penghasilannya, dan diridloi oleh Allah SWT.

Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam  bersabda mengenai perihal itu di riwayatkan HR. Bukhari dan Muslim. Ada 3 tanda-tanda orang munafik  yakni : Apabila dia berkata dia dusta, apabila dia membuat janji dia mengingkarinya, dan apabila dia dipercaya dia berkhianat . Maka bagi seorang Muslim tidak diperkenankan menyerupai orang-orang munafik dan menjaga setiap amanah yang diembannya, melaksanakan semua pekerjaannya dengan penuh perhatian dan kepedulian, memperhatikan waktu mulai kerja dan jam pulang kerja, meskipun pimpinannya maupun majikannya bersikap toleran dan longgar kepadanya, tidak pernah memberikan perintah kepadanya, maka hendaknya dia tidak bersantai-santai dan mengabaikan tugas-tugas dalam pekerjaannya,

Lihat Juga :  Sederhana Menjalani Hidup, ini Resep Bahagia

Jadikalah Penghasilan Kalian Itu Baik Dan Diridhoi :

Dalam  Fatawa As Syaikh Bin Baaz ” ( 5/39,40 ) disebutkan :  Agar penghasilan kalian menjadi baik maka wajib bagi kalian konsisten terhadap kebiasaan yang berlaku di tempat kerja kalian sebagaimana yang telah dituntut kepada kalian untuk melaksanakannya, kalau kalian tidak melakukannya maka penghasilan kalian menjadi haram, dan aturan-aturan yang berlaku ditempat pekerjaan ini ; mulai dari efesiensi saat bekerja, durasi waktu kerja yang mencakup jam datang dan jam pulang, semua ini bukan hanya untuk kepentingan pegawai secara pribadi akan tetapi untuk kepentingan bersama. Sebab jikalau ini semua tidak diterapkan maka masing-masing individu akan bekerja mengikuti hawa nafsunya dan akan terjadi kesemrawutan yang akan menghambat kelancaran proses kerja secara merata.

Syaikh Shalih Al Fauzan Hafidzahullah pernah ditanya :  Seseorang yang bekerja sambilan dengan jangka waktu yang telah ditentukan, dan sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan kawan-kawannya hingga tersisa sehari atau dua hari lalu penanggung jawab proyek ini mengatakan kepada para pekerja : hari ini pekerjaan akan selesai dan besok bagi yang menginginkan untuk pulang dan kembali kepada keluarganya maka dipersilahkan untuk pulang, maka apakah dia diperkanankan mengambil gaji sehari atau dua hari yang dia tidak ikut serta bekerja bersama-sama dengan kawan-kawannya ?

Beliau menjawab : “ Tidak diperkenankan baginya mengambil gaji kecuali sebatas hari-hari di mana dia telah bekerja di dalamnya, adapun hari-hari yang dia tidak ikut serta dalam bekerja dan pulang kepada keluarganya maka tidak diprkenankan baginya mengambil sesuatu apapun dari gaji, karena dia mengambil upah tanpa jerih payah, dan perizinan yang diberikan oleh pihak penanggung jawab kepadanya untuk pulang kepada keluarganya tidak berarti dia berhak mengambil gaji dari hari yang dia tinggalkan dan dia tidak bekerja di dalamnya, karena ketika dia memutuskan untuk pulang kembali kepada keluarganya secara otomatis dia telah menghentikan kontrak kerjanya, meski kontrak kerjanya dihitung dari hari keberangkatannya dan hari kepulangannya jika memang tempat kerjanya jauh ”. Diambil dari “ Fatawa Syaikh Al Fauzan ”  ( soal nomer 327 ).

Lihat Juga :  Palembang Raih Penghargaan Pelayanan Terpadu Berbasis IT Terbaik dari Gubernur Sumsel

Beliau juga pernah ditanya : Udzur atau alasan yang diberikan oleh pegawai kepada atasannya kebanyakan dusta, maka bagaimana pendapat anda ?

Beliau menjawab : “ Wajib bagi setiap Muslim untuk senantiasa bertakwa kepada Allah dan menjauhi prilaku dusta, dan tipu muslihat yang sengaja dibuat-buat agar bisa meninggalkan pekerjaan yang dibebankan kepadanya guna mendapatkan gaji yang akan diterimanya, dan bagi para penanggungung jawab pegawai ; para kepala-kepala bidang atau kepala bagian agar senantiasa bertakwa kepada Allah, dengan benar-benar jeli dan teliti dalam memberikan ijin dan cuti bagi para pegawainya agar tetap memberlakukan sesuai dengan aturan yang benar sesuai dengan aturan kepegawaian yang berlaku, dan benar-benar menutup peluang bagi para pegawai yang suka menipu dan bermain-main dengan pekerjaannya, karena sesungguhnya ini merupakan amanah yang dibebankan dipundak semuanya, yang mereka akan ditanya tentang amanahnya dihadapan Allah Subhanahu Wata’ala ”. Diambil dari “ Fatawa As Syaikh Al Fauzan ”  ( soal nomer 328 ).

Dan barang siapa yang mendapatkan dosa sebagai balasan dari kelalaiannya dalam menjalankan kewajiban pekerjaannya, maka dia wajib bertaubat dan beristighfar, dan memperbaiki keadaannya, sedang gaji atau apapun yang telah dia peroleh dari atasannya atau majikannya ; maka wajib baginya untuk mengembalikannya kepada orang yang memperkerjakannya atau perusahan yang dia bekerja di sana, dengan memilih jalan atau cara yang sesuai guna menghilangkan dosa dan kesalahan, dan menyampaikan tanggungan kepada yang berhak, dan barang siapa yang merasa tidak mampu melakukan yang demikian setelah mengerahkan segenap upaya untuk menebus dosa, maka hendaklah dia membebaskan dirinya dari harta benda tersebut dengan menyalurkannya kepada jalan-jalan kebaikan yang bermacam-macam.

Sumber : islamqa.info / almanhaj.or.id

Editor : Jemmy Saputera

 

BERITA LAIN
Close
Back to top button