Tiga Hal yang Harus Masyarakat Perbaiki Soal Pungli

AsSAJIDIN.COM — Kasus pungli yang dilakukan oleh oknum lurah Timbangan, Ogan Ilir menjadi pembelajaran yang besar bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN), terutama petugas yang berhadapan langsung dengan masyarakat.
Jelas dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 larangan pungli telah tercantum. Bahkan pemerintah membentuk satuan tugas bersih pungutan liar (Saber pungli) sebagai bentuk keseriusan dalam memberantas upaya korupsi, dan sebagainya.
Kepala perwakilan (Kaper) Ombudsman Sumsel, M. Adrian Agustiansyah, saat ditemui Jumat (01/02/2019) di kantor Ombudsman Perwakilan Sumsel, menjelaskan tidak hanya ASN dan pemerintah, tetapi paradigma masyarakat mengenai pungli juga harus diperhatikan.
Menurutnya, masyarakat menganggap biasa pungli yang dilakukan secara terus menerus. Misalnya, komentar mengenai video tersebut tidak semuanya menghujat lurah tersebut, tapi ada saja yang justru menghujat ibu itu.
“Seperti komentar yang mengatakan hanya uang 50 ribu di zaman sekarang mengurus seperti itu menjadi rusuh, padahal sudah dibantu. Mengapa timbul pandangan seperti itu, karena masyarakat menganggap kebiasaan itu lumrah, padahal itu salah,” ujarnya.
Adrian mengatakan hal pertama yang mesti diperbaiki paradigma masyarakat terlebih dahulu bahwa pungli itu salah. Ada semacam adegium yang berpikiran bahwa apa yang mereka lakukan selama ini salah, tapi karena kebiasaan menjadi benar.
“Ketika Ombudsman ingin meluruskan malah dianggap menjadi pihak yang aneh,” katanya.
Kedua, menanamkan kepada masyarakat bahwa melaporkan pungli itu baik. Bukan membongkar aib seseorang, tapi sama-sama memperbaiki pelayanan publik. Karena yang tau terjadi peristiwa seperti itu masyarakat, sedangkan Ombudsman ini menghadapi sumsel dengan jumlah anggota terbatas, tidak akan bisa menjangkau sampai ke pelosok.
“Kekuatan media sosial sangat penting, walaupun ada baik dan buruk, namun penyebaran informasi yang cepat, sehingga masyarakat menjadi tahu bahwa memberikan uang ke kelurahan itu salah,” tambahnya.
Ketiga, masyarakat harus menanyakan Standar Operasional Perusahaan (SOP) setiap lembaga layanan publik, sehingga dapat menilai integritas pejabat publik yang bertugas. Terkadang karena masyarakat tidak mengerti, masyarakat bahkan bertanya berapa yang harus diberikan untuk mengurus surat menyurat, misalnya.
“Sehingga memicu jawaban para petugas untuk mendapatkan uang lebih, dan melupakan integritasnya sebagai ASN” tutur Adrian.(*)
Reporter : Maya Citra Rosa/Tri Jumartini Ilyas