STOP…! Mom Shamming, Itu Perbuatan Buruk

AsSajidin.com Palembang.- Mom shaming. Anda sudah pernah dengar kata itu? Tahu tidak , pertanyaan yang terlihat hanya basa basi bisa menjadi salah satu bentuk dampak mom shaming. Atau perilaku yang mempermalukan ibu lain dengan cara memberikan komentar negatif dan seolah menampilkan dirinya lebih baik dan lebih hebat. Sayangnya, belum banyak masyarakat yang tahu dan sadar bahwa tindakan mereka telah menyakiti dan mempermalukan orang lain..
“ Mom-shaming adalah sebuah perilaku mengkritik pola asuh yang dilakukan ibu lain dengan membandingkan dengan dirinya. Seolah-olah ia menjadi ibu yang lebih baik, lebih tahu dan lebih sempurna,” kata Ustadz Hasanudin Yusuf, Pengasuh Pondok Pesantren AL-Fatah yang di bincang AsSajiidin belum lama ini.
Menurutnya, setiap ibu baru rentan menghadapi mom-shaming. Mom-shaming bisa diartikan merendahkan seorang ibu karena pilihan pola asuh yang berbeda dari pilihan-pilihan yang dianut si pengkritik. Mom-Shaming seperti bullying, namun tujuannya membuat ibu yang menjadi target merasa bersalah dan buruk, sementara si pelaku benar dan sempurna.
“ Perilaku semacam ini tentu tidak bisa dibenarkan oleh agama. Ada unsur merendahkan derajat, martabat dan harga diri orang lain di dalamnya,” jelas Ustadz Yusuf.
“ Yang demikian ini, biasanya tidak menciptakan hal positif, melainkan dapat menimbulkan komentar, sindiran, kritik yang cenderung negatif dan pertanyaan menuduh yang terkesan menyalahkan seorang ibu. Ini buruknya,” tambahnya.
Sebenarnya Islam memiliki larangan untuk berbuat yang demikian itu, Sambungnya. Bahkan, Allah SWT dengan tegas dalam QS: Al- Hujarat (11) mengatakan yang terjemahannya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim “.
Mengacu pada ayat diatas sesungguhnya, perbuatan Mom Shamming termasuk kedalam perbuatan yang di larang dalam Islam. Oleh karena itu maka, hindari dan jauhi perbuatan mencelah orang lain. Apalagi dalam ayat ini Allah menyebutkan secara khusus larangan bagai wanita untuk saling mencela, Allah khususkan penyebutan larangan bagi wanita dalam ayat ini. Padahal dalam ayat-ayat lain Allah mencukupkan dengan menyebutkan khitab dalam Al Qur’an hanya laki-laki saja, dan otomatis hukum tersebut berlaku juga bagi wanita. Adapun dalam ayat ini Allah menyebutkan wanita secara khusus karena dua alasan :
- Hal ini menunjukkan penegasan larangan dan keharaman untuk berbuat sikhriyyah, di mana Allah mengulang larangan ini sebanyak dua kali, “ Janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya”.
- Dikhususkan penyebutan wanita dalam ayat ini, karena kebanyakan yang melakukan perbuatan sikhriyyah adalah kaum wanita, sehingga disebutkan larangan secara khusus bagi mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syaukani dalam Fathul Qadir. (Lihat Al Manhiyaat fii Surati Al Hujuraat)
“ Akan jauh lebih bermanfaat ketika kritikan tersebut ditujukan untuk diri sendiri, agar tercipta kehidupan keluarga, antara seorang ibu dan buah hatinya untuk dapat lebih sempurna. Jadi tidak perlu di tujukan ke orang lain, sikap bercermin pada diri sendiri akan jauh lebih baik, dari pada menilai orang lain,” ungkap Ustadz Yusuf.
Sementara itu, Fauziatul Islamiyah seorang ibu rumah tangga yang beralamat di Jalan Demang Lebar Daun Palembang menuturkan bahwa, perkembangan teknologi turut serta mempengaruhi gejala –gejala yang di timbulkan oleh Mom Shamming ini salah satunya merusak pola pikir seseorang apabila salah dalam menggunakannya. Sebagai contoh, perilaku mempermalukan ibu lain bisa secara personal juga dapat ditemukan secara online seperti halnya bullying.
“ Dia ingin di puji sebagai ibu yang super dan seolah-olah dia ibu yang lebih baik, lebih hebat, dan lebih sempurna dari ibu lainnya dalam mengasuh anak. Intinya cuma ingin minta perhatian, minta dukungan dan apresiasi dari orang disekitarnya dalam mendidik anak bahkan ingin minta di puji oleh orang lain atas dasar cara pengasuhaannya lah yang benar. Pokoknya enggak banget deh,” tuturnya.
Senada dengan itu, Reni Wijayanti Bumil Trisemester Akhir yang dijumpai AsSajidin turut berpendapat, jika setiap anak itu kan pastikan memiliki pertumbuhan yang berbeda, tidak semua anak memiliki pertumbuhan yang sama. Jadi tidak sepatutnya kalau dibanding-bandingkan dengan anak yang lain. Bunda juga pastinya memiliki cara tersendiri dalam menjaga buah hatinya, namun tetap satu tujuan, menjadikan anak yang sehat, dan cerdas.
“ Orang yang memiki watak Mom Shamming, saya rasa tidak perlu untuk di tes kejiwaanya. La wong dia itu sehat. Namun perlu untuk di berikan pemahaman tentang agama yang baik, saya rasa ini yang tidak dimilikinya. Wong kok merasa hebat sendiri bangga, aneh kan…” pungkasnya.
Berdasarkan penelitian C.S Mott Children’s Hospital Universitas Michigan, pelaku mom-shaming adalah orang tua kandung ibu itu sendiri (37%), suami (36%), mertua (31%), teman (14%) dan petugas kesehatan (18%). Secara garis besar pelaku mom-shaming justru datang dari keluarga kita sendiri sedangkan sisanya berasal dari teman ibu, ibu dari anak lain di sekolah. Bahkan orang lain yang sama sekali tidak memiliki hubungan khusus dengan ibu.
Saskhya Aulia Priama, psikolog anak, mengatakan tindakan Mom Shaming dengan memberi komentar negatif tersebut tidak membuat seorang ibu yang menerimanya jadi berkembang, justru membuatnya merasa disalahkan. Menurutnya, akan banyak dampak negatif yang dirasakan oleh para ibu. Nah para ibu yang mengalami ini antara lain perasaan tidak layak menjadi seorang ibu, perasaan dan pikiran bahwa dirinya telah gagal menjadi ibu yang baik.
Secara jangka panjang, jika pertanyaan basa-basi seperti gendong anaknya kok seperti itu? Nanti lehernya bisa cedera.Ya ampun, anak kamu dikasih sufor. Kenapa enggak dikasih ASI aja sih?”, atau “Kamu melahirkan caesar? Memangnya enggak bisa lahiran normal?”, hingga bahkan “Sudah kerja lagi? Apa enggak kasihan sama anaknya yang masih kecil?. Perkataan sepertin itu sering kita dengar, akan tetapi jika di lakukan secara terus-menerus, bisa saja membuat ibu yang bersangkutan menjadi stres.
“Mom shaming yang terjadi dengan intens dan sering, bahkan sampai bertahun-tahun bisa mengubah struktur kimia di otak sehingga membuat ibu rentan mengalami gangguan kecemasan dan depresi,” ujarnya. Seperti di kutip dari theasianparent.com
Penulis : Mahasiswa Magang UIN Raden Fatah
Editor : Jemmy Saputera
10 Tips untuk mengatasi dampak mom shaming di lingkungan sekitar kita :
- Sebaiknya bunda selalu waspada akan tindakan mom shamingdi lingkungan rumah maupun sekolah anak. Cukup dengan mempersiapkan jawaban-jawaban yang masuk akal jika tiba-tiba ada teman atau kerabat yang mengkritik.
- .Pahami juga kalau mengkritik itu tidak membuat sebagian orang merasa lebih baik. Ibumu, misalnya, mungkin memaksakan dirinya untuk merasa terlibat.
- Kalau ada yang mengkritik dengarkan saja dan jangan dimasukan ke dalam hati.
- “Ibu yang mempermalukan” sering menutupi rasa tidak aman atau rasa bersalah seseorang sendiri tentang hal-hal yang mereka harapkan telah mereka lakukan secara berbeda. Untuk beberapa orang, yang mungkin memiliki anak yang lebih tua, mengirimkan nasihat adalah cara untuk melakukan “pengampunan” secara terbuka.
- Jangan habiskan waktu bersama mereka yang suka menilai diri Anda baik itu keluarga atau teman.
- Menerima bahwa beberapa hari Anda akan merasa seolah-olah Anda mengacaukan. Tidak ada yang sempurna; hampir semua orangtua membuat kesalahan (dirasakan atau nyata) sekarang dan lagi.
- Gunakan rasa humor Anda sebagai senjata melawan penilaian. Apa yang dikatakan oleh para kritikus Anda mungkin akan menjadi bahan tertawaan dalam satu atau dua tahun.
- Tidak terpengaruh oleh teman-teman yang pengasuhnya terlihat mulus dan mudah apa yang Anda lihat terutama online sering menjadi tabir asap.
- Apa yang Anda anggap sebagai penilaian mungkin adalah ketidaktahuan. Anggota keluarga dekat mungkin tidak mengetahui riwayat Anda atau mengapa, misalnya, Anda tidak menyusui atau memiliki lebih banyak anak atau mengapa Anda mendisiplin anak-anak Anda seperti Anda.
- Anda tahu anak Anda lebih baik daripada orang lain. Percaya diri tentang apa yang Anda yakini paling baik untuk anak Anda dan Anda, bukan apa yang dipercayai orang lain dan katakanlah Anda seharusnya melakukannya.