SYARIAH

Menjamak Shalat Jumat dan Shalat Ashar, Bolehkah?

 

AsSAJIDIN.COM — Salah satu dispensasi yang diberikan syari’at kepada musafir adalah rukhsah jamak, yaitu mengumpulkan dua shalat fardhu dalam satu waktu. Teori jamak dalam fiqih Islam dikenal ada dua macam, jamak taqdim dan ta’khir.

Jamak taqdim artinya mengumpulkan dua shalat fardhu dalam satu waktu, di mana pelaksanaannya dilakukan di waktu shalat pertama, seperti shalat Ashar dikerjakan di waktu Zuhur, shalat Isya’ dilakukan di waktu Maghrib. Sedangkan jamak ta’khir adalah mengumpulkan dua shalat fardhu dalam satu waktu, di mana pelaksanaannya dilakukan di waktu shalat kedua, seperti shalat Zuhur dilakukan di waktu Ashar.

Kebolehan menjamak shalat dirumuskan berdasarkan beberapa hadits Nabi, di antaranya:

Artinya, “Dari sahabat Anas, bahwa Nabi Saw mengumpulkan di antara shalat Zuhur dan Ashar di perjalanan,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim yang lain, ditegaskan pula hadits Nabi yang menegaskan:

Artinya, “Dari sahabat Mu’adz, ia berkata, kami keluar bersama Rasulullah saat perang Tabuk, Nabi mengumpulkan di antara shalat Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Persoalan muncul ketika seseorang bepergian saat hari Jumat, sementara ia berangkat safar setelah terbit fajar, maka ia berkewajiban melaksanakan Jumat di tengah perjalanannya. Atau misalkan ia sudah berada di perjalanan sebelum hari Jumat, kemudian saat hari Jumat, ia masih berada di perjalanan dan melaksanakan Jumat di desa setempat. Pertanyaannya adalah, apakah shalat Jumat boleh dijamak dengan shalat Ashar, bagaimana hukum dalam Islam ?

Lihat Juga :  Umroh Bersama Mega Wisata, Seperti Bepergiaan Dengan Keluarga

Para ulama menegaskan bahwa secara umum, Jumat memiliki kedudukan yang sama dengan shalat Zuhur. Ada banyak hukum-hukum yang berlaku di dalam shalat Zuhur, juga berlaku untuk shalat Jumat, termasuk di antaranya kebolehan mengumpulkannya dengan shalat Ashar dengan teori jamak taqdim.

Dalam praktik pelaksanaan menjamak taqdim Jumat dan Ashar, saat niat shalat Jumat, diniati pula mengumpulkannya dengan shalat Ashar dengan niat jamak taqdim. Berikut ini contoh niatnya:

Setelah selesai salam, disyaratkan untuk bergegas melanjutkan shalat Ashar, sebab dalam jamak taqdim wajib sambung menyambung antara shalat pertama dan kedua, tanpa ada pemisah yang lama. Dalam konteks ini, shalat ba’diyyah Jumat dilakukan setelah shalat Ashar. Untuk contoh niat shalat Ashar yang dijamak taqdim dengan Jumat adalah sebagai berikut:

Bila shalat Asharnya diqashar, maka redaksi “arba’a raka’atin” diganti dengan “maqshuratan”. Bila shalat Ashar dilakukan berjamaah, maka ditambahkan kata “jama’atan/ ma’muman” sebelum redaksi “Lillahi Ta’ala”.

Sedangkan untuk jamak ta’khir, tidak diperbolehkan dilakukan dalam permasalahan ini. Teori jamak ta’khir tidak berlaku dalam kasus mengumpulkan shalat Jumat dan Ashar, sebab Jumat wajib dikerjakan di waktu Zuhur.

Berkaitan dengan kebolehan menjama’ taqdim shalat Jumat dan Ashar, Syekh Khathib al-Syarbini mengatakan:

Lihat Juga :  Tanda-tanda Diterimanya Amal

Artinya, “Boleh bagi musafir dalam jarak tempuh yang memperbolehkan qashar shalat, mengumpulkan di antara Shalat Zuhur dan Ashar di waktu yang ia kehendaki, baik jamak taqdim atau ta’khir. Dan diperbolehkan mengumpulkan di antara shalat Maghrib dan Isya’, di waktu yang ia kehendaki, baik jamak taqdim atau ta’khir. Shalat Jumat hukumnya sama dengan shalat Zuhur dalam masalah jamak taqdim,” (Lihat Syekh Khathib As-Syarbini, Al-Iqna’ ‘ala Matni Abi Syuja’, juz I, halaman 174-175).

Mengomentari referensi di atas, Syekh Sulaiman Al-Bujairimi mengatakan:

Artinya, “Ucapan Syekh Khathib, Shalat Jumat hukumnya sama dengan shalat Zuhur dalam masalah jamak taqdim, seperti musafir memasuki desa di tengah perjalanannya saat hari Jumat, maka yang lebih utama baginya adalah melakukan Zuhur. Namun, bila ia shalat Jumat bersama penduduk setempat, boleh baginya dalam kondisi demikian untuk menjamak taqdim shalat Jumat dengan shalat Ashar,” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khatib, juz I, halaman 174-175).

Berdasarkan referensi tersebut, bagi musafir yang sebelum hari Jumat sudah bepergian, saat hari Jumat tiba, yang lebih lebih utama baginya adalah shalat Zuhur, bukan shalat Jumat. Namun bila ia menghendaki shalat Jumat, maka ia tetap diperbolehkan menjamak taqdim dengan shalat Ashar.

Demikian penjelasan mengenai hukum menjamak shalat Jumat dengan Ashar. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. (*/sumber: nu.or.id)

Back to top button