Uncategorized

Ahli Hukum : Pembakaran Bendera Tauhid Melanggar Hukum

AsSAJIDIN.COM — Ahli Hukum Pidana Abdul Chair Ramadhan menilai, pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid oleh oknum Barisan Ansor Serbaguna (Banser) merupakan tindakan melanggar hukum dan berdampak pada kebencian.
Pembakaran tersebut, terangnya, merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 156a huruf a KUHP, yang berbunyi “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.”
Terkait dengan alasan yang disampaikan oleh petinggi GP Ansor bahwa pembakaran bendera berkalimat tauhid dilakukan untuk menghormati dan menjaga kalimat tauhid, menurut Abdul Chair tidak dapat diterima oleh akal sehat dan tidak memiliki alasan pemaaf maupun alasan pembenar menurut hukum.
Faktanya, pembakaran tersebut dilakukan di depan umum dengan diiringi sorakan kegembiraan. Mereka telah mempertotonkan pembakaran tersebut dengan senang dan bangganya,” ujarnya seperti dikutip daro hidayatullah.com, Kamis (25/10/2018).
Ia menilai, jika ingin menghormati dan menjaga kemuliaan dan kesucian kalimat tauhid, secara logika tentunya bukan dengan cara-cara seperti itu, melainkan diambil untuk kemudian ditempatkan pada tempat yang layak.
Abdur Chair juga mengungkapkan, tindakan pembakaran tersebut sangat terkait dengan aksi swepping sebelumnya oleh GP Ansor melalui Banser di berbagai daerah. Dimana dengan kata lain, berbagai aksi sweeping yang kemudian berujung pembakaran bendera berkalimat tauhid adalah satu kesatuan perbuatan.
Sehingga, menurutnya, GP Ansor telah menyalahi ketentuan Pasal 59 ayat (3) huruf d UU Ormas yang menyatakan Ormas dilarang melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tidak dibenarkan GP Ansor melalui Banser melakukan tindakan sepihak berupa aksisweeping, tidak ada alas hak untuk melakukan hal tersebut,” tandasnya.
Sebelumnya pihak GP Ansor maupun PBNU bersikeras bahwa bendera yang dibakar anggota Banser Garut pada peringatan Hari Santri Nasional 2018 tersebut adalah bendera HTI.
Kepolisian senada dengan PBNU dan GP Ansor bahwa bahwa bendera yang dibakar itu adalah bendera HTI.
Sementara itu, Ditreskrimum Polda Jawa Barat bersama tim gabungan Bareskrim Mabes Polri dan Polres Garut menggelar pra-penyelidikan terkait kasus pembakaran bendera berkalimat tauhid itu. Direktur Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Pol Umar Surya Fana mengatakan, pihaknya belum menemukan unsur pidana pada pelaku kasus ini.
“Karena perbuatan tersebut spontan yang dilakukan oleh oknum Banser yang mendasari terhadap konsensus yang telah disepakati sebelumnya. Sampai hari ini kami belum menemukan adanya sikap batin yang lain selain menghilangkan bendera HTI itu,” ujar Umar di Mapolda Jabar, Rabu (24/10/2018) kutip Liputan6.com.
Dia menyebut aksi pembakaran bendera dilakukan secara spontan tanpa ada niat. “Tujuannya adalah agar tidak bisa digunakan lagi karena dia tahu HTI adalah ormas yang sudah dilarang pemerintah,” kata dia.
Polisi mengamankan dua pelaku pembakaran dan ketua pelaksana kegiatan apel usai insiden pembakaran bendera tersebut.
“Contoh kalau dia punya niat dia bawa bensin, korek dibakar kertas dan sebagainya. Tapi di video, dia bakarnya susah, nyari kertas seadanya, korek saja minta-minta. Itu menunjukkan spontanitas dan pemahaman yang cuma sekadar itu saja. Sekali lagi ini hasil yang sementara didapat,” beber Umar.(*)
Back to top button