MOZAIK ISLAM

Berdakwah di Tempat Maksiat, Bolehkah? Begini Etikanya

AsSAJIDIN.COM — Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, inti dari dakwah adalah mengajak manusia untuk menuju jalan kebaikan. Jalan yang dimaksud adalah jalan yang diridhai Allah SWT dengan penuh kebijaksanaan (bil-hikmah), contoh-contoh kebaikan (uswatun hasanah) dan berargumentasi dengan cara yang baik (wajadilhum billati hiya ahsan).

“Orang sering mengartikan tugas dakwah itu dengan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran atau amar ma’ruf nahi munkar,” kata Zainut dikutip dari republika.co.id

Ia menerangkan, untuk mengajak kepada kebaikan harus menggunakan cara-cara yang baik. Begitu juga untuk mencegah kemungkaran tidak boleh menggunakan cara yang mungkar. Sasaran dakwah tidak hanya terbatas kepada kelompok masyarakat yang sudah baik, tetapi juga kepada kelompok masyarakat yang belum baik.

Lihat Juga :  Memaknai Arti Kemenangan di Hari Fitri, Masih Ada Waktu Ikhtiar Menuju ke Sana

“Bahkan menurut saya justru kelompok (yang belum baik) ini yang perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya daerah lokalisasi, kampung narkoba, tempat-tempat perjudian, kelab malam atau daerah remang-remang yang penuh dengan kemaksiatan,” ujarnya.

Kalau ada ustaz, kiai atau ulama yang berani melakukan dakwah di tempat-tempat yang penuh kemaksiatan, menurut Zainut, harus diberikan dukungan sepanjang dakwahnya dilakukan dengan cara yang benar, manhaj yang shahih, niat yang baik, ihlas dan tidak ada maksud untuk menodai kesucian agama Islam. Juga tidak ada maksud untuk memperolok-olok agama sebagai bahan ejekan (istihza’).

Lihat Juga :  Sosok Habib Umar bin Hafidz, Ulama Terkemuka yang Mempunyai Jutaan Jamaah di Dunia

“Menurut saya dakwah di tempat seperti itu nilainya lebih mulia dari pada dakwah di tempat yang baik dengan komunitas yang baik tapi isi dakwahnya mengajak kepada kejahatan, penuh dengan ujaran kebencian, fitnah dan mengadu domba antarkelompok masyarakat,” ujarnya.(*)

Back to top button