Uncategorized

Kisah Lelaki yang Berwasiat Jenazahnya Dibakar

 

AsSAJIDIN.COM — Rasulullah ﷺ pernah memaparkan dua hal kontadiktif ketika bercerita di hadapan sahabatnya tentang laki-laki yang bergelimang dosa sepanjang hidupnya. Karena kelakuannya ini, lelaki tersebut berwasiat kepada keluarganya agar saat meninggal nanti jenazahnya dibakar.

Tak hanya itu, ia juga berpesan kepada anak-anaknya agar usai hangus dilalap api, sebagian abu jasadnya dibuang ke daratan, sebagian lain di lautan. Wasiat ini muncul dari ketakutan mendalam. Si lelaki sadar bahwa Allah ﷻ kelak menyiksanya, dan skenario pembakaran dan pembuangan abu tersebut adalah siasat menghindari siksaan itu.

Dosa-dosanya menggunung, sementara kebaikannya nihil. Ia berharap bisa lolos dari azab berat dengan menghilangkan jejak jasmani. Ketika kematian itu telah tiba, wasiat pun dijalankan dengan baik oleh putra-putranya.

Lihat Juga :  Penyakit Mulut dan Kuku Mewabahi Ternak Sapi, Begini Langkah Penanganannya

Allah ﷻ Mahakuasa. Saat orang tersebut meninggal dunia, Allah memerintahkan daratan dan lautan untuk menghimpun abu itu dan menghidupkannya kembali.

Allah bertanya kepada si laki-laki, “Kenapa kau melakukan hal ini?” “Karena khasyyah (takut), ya Rabb, dan Engkau lebih mengetahuinya.”

Rasulullah mengabarkan bahwa lelaki itu akhirnya mendapat ampunan dari Allah. Lalu, di mana letak kontradiksinya? Di satu sisi lelaki itu berlumuran dosa namun di sisi lain menjelang kematiannya ia melakukan ibadah besar, yakni khasyyatu-Llah (takut kepada Allah).

Kisah ini tertuang dalam sejumlah hadits antara lain Shahih Muslim (4/2111) yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah dan Abu Said al-Khudri (nomor 2756, 2757), juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari di beberapa tempat dalam Shahih Bikhari.

Lihat Juga :  Daffa Rindu Teman-Guru dan Sekolah

Rahmat Allah selalu lebih besar dari dosa-dosa hamba-Nya. Karena itu harapan akan kasih sayang dan ampunan-Nya senantiasa terbuka selama seorang hamba tulus menaruh harap dan ketundukan.

Kata khasyyah dalam Al-Qur’an diidentikkan dengan sifat nabi dan ulama. Artinya, ketakutan tersebut bukan semata cemas akan bahaya sesuatu, tetapi dilandasi pula oleh ilmu dan pengagungan terhadap Allah. Wallahu a’lam. (*)

Back to top button