Uncategorized
Mengungkap Makna kata “Sesungguhnya” dalam Surat Al-Qodar

Oleh: K.H. Deden Makhyaruddin Al Hafidz
AsSAJIDIN.COM — Ada empat surat dalam Al-Quran yang dibuka dengan kata “sesungguhnya,” atau “Inna (إِنَّ).” Yaitu surah al-Fath, surah Nuh, surah al-Kautsar, dan surah al-Qadr.
Allah Swt berfirman:
إنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيلَةِ القَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam al-Qadar.
Membuka dengan kata “sesungguhnya” menghilangkan syak wasangka para perindu kemuliaan. Seakan-akan berkata: Yang kamu tunggu-tunggu kedatangannya benar-benar telah turun. Dan tak lain itu adalah Al-Quran yang ada dalam dada kamu. Maka, tak ada lagi alasan untuk bersedih, untuk menangis, dan untuk tak bahagia. Juga tak ada alasan lagi untuk malas menggapainya.
“Sesungguhnya” menunjukan adanya labil hati sebelumnya lalu sirna dengan hadirnya. Rasa-rasanya sebelum surah al-Qadar turun, kaum muslimin dalam pengharapan yang rapuh. Mereka menanti kapan alasan kemuliaan dan kemenangan mereka datang. Tapi pengharapan mereka sebenarnya seperti orang yang panik mencari-cari kaca mata yang diduganya hilang padahal sedang dipakai.
Yakni Al-Quran ada di hati mereka. Alasan apa lagi yang mereka tunggu untuk menjadi mulia. Dengan kata lain, kemuliaan itu bukan untuk ditunggu dengan kata “kapan,” tapi telah nyata adanya. Al-Quran telah turun berarti kemuliaan itu sudah ada dan kekalahan para penentangnya sudah tiba. Dan turunnya Al-Quran serius. Benar-benar. Bukan main-main.
Orang yang menunggu datangnya THR yang diimpikan mestinya tak punya alasan lagi untuk menunda senangnya ketika dikabarkan bahwa THR-nya sudah sampai di rumahnya. Hanya perlu kesadaran. Yaitu sadar bahwa yang sudah sampai di rumahnya adalah benar-benar THR yang diimpikannya.
Saya bandingkan dengan kata “sesungguhnya” di pembuka surah al-Fath. Para sahabat keberada dengan Perjanjian Damai yang disepakati Rasulullah Saw dan Quraisy di Hudaibiyah karena isinya jelas-jelas sangat merugikan muslimin. Masa iya orang muslim yang datang ke Makkah tidak boleh pulang ke Madinah dan orang yang Makkah yang datang ke Madinah harus dikembalikan ke Makkah. Sementara muslimin tengah kuat-kutanya dan Quraisy Makkah tengah lemah-lemahnya.
Biasanya Rasulullah Saw tidak memutuskan sesuatu kecuali mengajak para sahabat musyawarah. Tapi kali ini tidak. Mereka mengutus Umar bin Khathab melobi Rasulullah Saw agar membatalkan perjanjian yang merugikan. Tapi sampai kali ketiganya beliau menolak. Dengan nada marah beliau berkata kepada Umar: “Aku adalah Rasulullah Saw.” Umar pun sadar bahwa perjanjian tersebut adalah berdasarkan wahyu, bukan pendapat pribadi beliau.
Rasulullah Saw keluar tenda dan memerintahkan kepada para sahabat agar menyembelih dam untuk membatalkan ihram mereka dan bergegas pulang ke Madinah. Tapi tak seorang pun yang melaksanakannya. Beliau masuk tenda dalam keadaan sedih. Beliau berkata kepada Ummu Salamah: “Siapa lagi yang akan mereka patuhi kalau mereka tak lagi mematuhi nabinya.”
Lalu Ummu Salamah memberi saran agar beliau menyembelih terlebih dahulu hewan dam beliau di hadapan mereka. Karena sejatinya mereka bukan tidak mau mematuhi beliau tapi menganggap beliau seperti tidak serius. Masa iya perjanjian semerugikan ini disepakati. Tapi setelah melihat beliau menyembelih mereka mengatahui beliau serius dan akhirnya ikut menyembelih. Lalu beliau dan rombongan pun pulang.
Surah al-Fath turun dan langsung dibacakan oleh Rasulullah Saw sambil di atas punggung unta yang berjalan. Beliau berakat: “Malam ini telah turun surat yang lebih kuncintai dari dunia dan isinya.” Lalu beliau membaca surah al-Fath yang diawali dengan kata “Sesungguhnya.” Yaitu ayat “Sesungguhnya Kami telah memberikan kemenangan kepadamu dengan kemenangan yang nyata.”
Yakni, dengan kata “sesungguhnya,” sirna sudah dugaan para sahabat yang menganggap Perjanjian Hudaibiyah sebagai kekalahan. Karena, faktanya, dengan kata “sesungguhnya” isi Perjanjian yang merugikan itu adalah kemenangan yang nyata.
Sama halnya dengan surah Al-Qadar, dengan kata “sesungguhnya” di awal, sirna sudah dugaan di hati muslimin kalau ada selain Al-Quran yang turun untuk kemenangan dan kemuliaan. Tak ragu lagi sedikit pun. Dan mereka tak ragu lagi kalau Al-Quran sebagai satu-satunya alasan kemuliaan itu benar-benar telah turun. Wallahua Alam. (*/Sumber: K.H Deden Makhyaruddin Al Hafidz Motivator Indonesia Muroja’ah)