FLP Kumpulkan Balasan Puisi Ibu Indonesia, ini Syarat isi Puisinya

PALEMBANG, AsSAJIDIN.COM – Puisi berjudul Ibu Indonesia karya Sukmawati Soekarnoputri yang di dalamnya dianggap menyinggung cadar dan adzan mendapatkan reaksi beragam dari banyak kalangan. Salah satunya dari komunitas penulis muslim Forum Lingkar Pena (FLP).
Ketua FLP Wilayah Sumatera Selatan, Fajar Kustiawan mengatakan, secara nasional forum ini berencana mengumpulkan puisi balasan dari para penulis di Indonesia yang tergabung dalam FLP. Nantinya akan dibukukan dalam bentuk buku elektronik (e-book) dan dibagikan secara gratis. “Sasarannya hanya untuk anggota FLP dan target terkumpul semua pada 5 April 2018,”sebut Fajar.
Namun, jelasnya, para penulis FLP ini tetap diingatkan agar tidak melibatkan emosi dalam penulisan puisi balasannya. Dalam edaran dari Dewan Pembina FLP Pusat M Irfan Hidayatullah disebutkan perkataan dari penyair kawakan Sapardi Djoko Damono untuk menghindari menulis puisi saat marah. Adapun arahan dari dosen sastra Unpad ini, jika sedang marah jelas tidak ada pengendapan dan karya yang diciptakan justru bukan puisi tapi sumpah serapah dan pelecehan atau minimal nyinyiran.
Diingatkan pula pada kisah Ali RA yang batal membunuh saat emosi menggantikan keikhalasannya berjihad. Pihaknya berharap teman-teman penulis tetap dingin, sabar, dan objektif. Tidak sepakat dengan tulisan Sukmawati, bukan berarti harus melecehkan dengan kata-kata yang seolah tidak ada sedikit pun kemungkinan dia akan tobat di masa depan.
“Dalam dakwah ada orang yang amar ma’ruf nahi mungkar dengan kekuatannya, tangan, dan mulut. Semuanya saling melengkapi, yang salah adalah apabila tidak melakukan apa-apa. Dalam dakwah bilqolam juga begitu. Mari kita nikmati keberagaman ini dan mulai tentukan posisi,” imbuh Fajar.
Ketua FLP Palembang Novhita S Malihah menambahkan, sebagai seorang penulis sekaligus pejuang literasi, para anggota FLP seharusnya bisa lebih peka dengan hal ini. Bila dilirik per baitnya, puisi Ibu Indonesia itu memiliki diksi yang cukup apik. Cara penulis membangun hubungan antar struktur dalam puisi ini pun bisa dinilai berhasil. “Tapi bila dilihat dari kontennya, menjadi pertanyaan apakah benar puisi ini mengandung SARA, lalu apakah isinya mencerahkan dan berkeadaban. Selain itu, kenapa para penulis kanan sangat mengkritisi puisi ini, itu menjadi bahasan FLP,”katanya. (*)
Penulis: Yulia Savitri