Zakat ASN Muslim Mengapa Jadi Polemik, Padahal itu Perintah Allah yang Wajib?
AsSAJIDIN.COM — Pekan lalu berita nasional diwarnai dengan kabar rencana penerbitan regulasi tentang optimalisasi penghimpunan zakat Aparatur Sipil Negara (ASN) Muslim. Regulasi ini mengatur tentang rencana pemotongan gaji ASN muslim sebesar 2,5 persen untuk zakat.
Rencana ini menjadi perdebatan masyarakat terutama para ASN. Apalagi belum jelasnya seperti apa regulasi ini, membuat masing-masing bespekulasi sendiri tentang zakat, apakah menjadi kewajiban dengan sanksi yang menunggu di belakangnya bila tidak ditunaikan, atau hanya sebatas imbauan. Lalu bagaimana pula dengan ASN bergolongan rendah, apakah juga dikenai potongan?
Menteri Agama H Lukman Hakim Syaifudin bahkan harus kembali menggelar jumpa pers melihat kondisi pro-kontra yang makin menjadi. Menurutnya, pemerintah hanya akan memfasilitasi para ASN untuk menunaikan zakat sebagai ajaran agamanya. “Yang perlu digarisbawahi, tidak ada kata kewajiban. Yang ada, pemerintah memfasilitasi, khususnya ASN muslim untuk menunaikan kewajibannya berzakat. Zakat adalah kewajiban agama,” terang Menag saat memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (7/2).
Wacana pemotongan gaji ASN untuk zakat ini dilatarbelakangi potensi zakat yang cukup besar nilainya yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bawah garis kemiskinan. Pemerintah mengestimasi ada potensi Rp 217 triliun yang bisa dihimpun dari zakat ASN muslim.
Selain itu Fasilitasi zakat, sebenarnya bukan hal baru. Sebab, Indonesia sudah memiliki UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dari UU itu, lahir Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan UU 23 tahun 2014. Lalu ada Instruksi Presiden No 3 tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat Di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal Komisi Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah Melalui Badan Amil Zakat Nasional. Ada juga Peraturan Menteri Agama Nomor 52 tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif.
Apa pun, terlepas dari pro dan kontra, niat pemotongan gaji bagi ASN muslim harus dipandang sebagai niat baik. Apalagi di dalam Islam, Allah lewat Alquran mewajibkan umatnya berzakat, infak dan sedekah sebagai salah satu ciri orang bertakwa. Jadi urusan sebenarnya adalah manusia pribadi dengan Allah dan tanggung jawab sosial sesama manusia. Jadi mengapa ini jadi polemik, padahal zakat adalah perintah wajib? Besarnya pun hanya 2,5 persen dihitung dari gaji pokok. Misal gaji pokok Rp 3 juta, maka zakat sebesar 2,5 persen dipotong dari gaji hanya sekitar Rp 75 ribu? Sangat kecil dibanding kalau kita makan ke mal bareng teman misalnya? Apakah itu berat?
Di sisi lain, sambil menunggu regulasi ini, alangkah Badan Amil Zakat (BAZ) yang ditunjuk sebagai pengelola untuk terus membenahi diri. Bisa jadi keengganan ASN untuk merelakan gajinya dipotong karena masih ragu dengan kapabilitas BAZ. Lembaga ini harus benar-benar transparan menyalurkan dana yang terhimpun kepada masyarakat yang berhak, karena ini adalah dana umat. Dana umat jangan bertahun-tahun dipendam di bank. Sebaliknya, dana harus secepatnya disalurkan, misalnya bisa dalam bentuk beasiswa bagi anak yang tak mampu, modal usaha bagi warga miskin yang tetap harus digulirkan pengembaliannya. Penyaluran dana harus betul-betul diaudit dan diumumkan di media massa, sebagaimana yang dilakukan lembaga keuangan atau perbankan, sehingga pertanggungjawabannya nyata. (*)
Penulis: Redaksi assajidin.com