Uncategorized

Fram Prasetyo Sukses Bawakan “Rejung Anak Umang”, Kalimat Bismillah Kunci Suksesnya

 

PALEMBANG, AsSAJIDIN.Com — Meski baru kali pertama tampil di pentas regional se-Sumatera, namun Fram Prasetyo, peserta lomba berdendang asal Sumsel tampil percara diri (pede) pada event Pekan Sastra 2017 di Kota Padang Kemarin, Senin (4/9/2017).

“Awalnya agak grogi. Tapi membaca bismillah, sebut nama ayah dan ibu, Alhamdulillah saya pede,” ujar mahasiswa Universitas PGRI semester akhir ini saat di bincangi AsSajidin via telpon seusai mementaskan naskah berdendang bertajuk “Rejung Anak Umang”.

Menurut putra kedua dari dua bersaudara ini, kisah ‘ Rejuk Anak Umang” mengisahkan tentang anak yatim piatu, yang kemudian mengadu nasib ke kota, namun tetap saja gagal. Segala upaya sudah dilakukan tapi tak berhasil. Kata pepatah; untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, si anak umang harus pulang kampung. Akibat kegagalan dalam meniti hidup, si anak umang kian galau. Penderitaannya bertambah-tambah ketika pulang kampung, karena yang diperoleh bukan sapa mesra dan senyum dari dari para tetangga, melainkan cacian dan cemo-ohan. Si anak umang tak ada lagi harapan, dan mengakhiri hidudpnya dengan tragis.

Lihat Juga :  BNI Syariah Tawarkan Program Tunjuk Rumah Bagi Milenial Berpenghasilan Tetap

Menyimak kisah ini, Fram yang bercita-cita ingin seperti Paganini, seorang Violis (pemain biola) ternama asal Itali mengambil pelajaran kisa si Anak Umang, sebagai bentuk kritik terhadap realitas sosial yang cenderung individualistik, untuk kemudian harus diubah dengan rasa empatik terhadap sesama mahluk Tuhan, termasuk didalamnya peduli pada si anak umang (anak yatim piatu) yang berada di sekitar kita.

“Kalau kita memupuk kepedulian, maka nasib si anak umang itu tak harus tragis, seperti dalam kisah itu,” ujarnya mengungkap pesan naskah Rejung Anak Umang.

Melihat para pesaing yang tampil di Pekan Sastra 2017 di Padang, lajang kelahiran Pagarjati -Lahat, 31 Oktober 1995 ini mengaku semua peserta sudah tampil bagus. Menurutnya, semua peserta memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing.
Menyimak kisah ini, Fram yang bercita-cita ingin seperti Paganini, seorang Violis (pemain biola) ternama asal Itali mengambil pelajaran kisa si Anak Umang, sebagai bentuk kritik terhadap realitas sosial yang cenderung individualistik, untuk kemudian harus diubah dengan rasa empatik terhadap sesama mahluk Tuhan, termasuk didalamnya peduli pada si anak umang (anak yatim piatu) yang berada di sekitar kita.

Lihat Juga :  Quran Surat Al Buruj: Kisah Orang Beriman yang Dibakar dalam Parit

 

“Kalau kita yakini dasyhatnya kalimah Bismillah sebagai sesuatu kekuatan maka, rasa untuk memupuk kepedulian akan tumbuh. Dan nasib si anak umang, seperti dalam kisaha itu tak harus tragis. Jadikanlah Allah SWT sebagai sandaran, Insya Allah nanti akan kita temukan segala kebaikan,” ujarnya mengungkap pesan naskah Rejung Anak Umang. (*)

Penulis: Jemmy Saputera

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button